Kali ini kami latihan melihat alam semesta dengan mata batin. Lihatlah pohon dengan mata batin. Sehingga dengan melihat pohon, kita tidak melihat wujud pohon, tetapi melihat Yang Menciptakan pohon itu. Maksudnya langsung ingat Allah yang menciptakan pohon itu.
Perhatikan tubuh kita. Apakah kita yang menumbuhkan kuku? Apakah kita yang menumbuhkan rambut? Siapa yang mendetakkan jantung kita? Siapa yang menggerakkan aliran darah kita? Apakah semua itu kita sendiri yang melakukan?
Terus menerus, lakukan latihan melihat dengan mata batin. Latihan. Latihan. Practise make perfect. Latihan melihat dengan mata batin harus dilakukan terus menerus, kapanpun, anywhere, anytime. Alam semesta terbentang luas di hadapan kita. Jika sudah terbiasa melihat dengan mata batin, maka akan bergidik, betapa Maha Kuasanya Allah. Betapa Maha Besarnya Allah! Bahkan tanpa sadar air mata akan menetes.
Latihan ini sekaligus mengasah kepekaan kita. Kita juga harus melatih melihat diri sendiri. Kita harus bisa memisahkan mana ‘aku’ dan mana ‘tubuhku’. Kita harus bisa melihat dengan cara pandang seperti itu. Kita melihat orang tidak melihat fisik semata. Namun yang harus kita lihat adalah ruhnya. Sekarang look at yourself. Siapa sebenarnya yang disebut aku? Apakah tubuh ini? Apakah tangan, kepala, atau yang mana? Ini tanganku. Ini kepalaku. Ini tubuhku.Tapi ini bukan aku. Lalu aku yang mana?
Nah, sampai di sini kita sudah mulai bisa membedakan bahwa “aku bukanlah tubuhku”.
‘Aku” merasakan lapar, haus, sakit, panas, dst. “Aku” sedang merasakan hal-hal yang berhubungan dengan jasad / tubuh.
“Aku bukan hatiku”Saat “aku” merasakan sedih, senang, bahagia, kecewa, marah dst, “aku” sedang merasakan hal-hal yang berhubungan dengan hati. Tapi aku bukan hatiku.
“Aku bukan pikiranku”Amati, otakku sedang berpikir. Ada yang mengamati. Itulah ‘sang aku”. Aku yang mengamati ini, tidak sama dengan pikiranku.
Kita harus terus berada di kesadaran “aku” .Nah “aku” inilah yang dibawa menghadap kepada Allah. ‘Aku’ inilah yang menyembah Allah ketika shalat. Aku mengendalikan tubuhku, Aku mengendalikan pikiranku.Kalau sudah bisa melakukan itu, maka InsyaAllah shalat kita akan direspon oleh Allah. Terjadi sambung rasa (silatun) dengan Allah. Itulah yang disebut khusyu’
Senin, 09 Januari 2006
Langganan:
Posting Komentar (Atom)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar