Aku merasa bersalah pada temanku karena telah salah dalam menangkap maksud dia. Tapi aku masih belum ‘ngeh’ dengan uraiannya. Mungkin karena aku termasuk orang yang dodol atau bagaimana?
Yang jelas temanku ini memang jago dalam berpikir mendalam. Dari buku-buku bacaannya saja bisa kulihat betapa pandainya dia. Padahal buku-buku seperti itu aku tak mampu mencerna every single word. Aku lebih suka mencari Tuhan tidak dengan mengandalkan pikiran sendiri, melainkan melalui bimbingan-Nya secara langsung. Berguru langsung kepada Allah.
Aku siapkan diri untuk menerima ilmu yang diberikan Allah. Yaitu dengan cara dzikir dengan penuh kesadaran (olah spiritual), latihan menghadap ke Allah, silatun dengan Allah. Kuhilangkan semua ke-ego-anku di hadapan-Nya. Aku siap menerima apapun yang Allah sampaikan tanpa reserve.
Dia benar-benar membimbingku, mengajariku sedikit demi sedikit. Tentang Dia, tentang kehidupan, tentang banyak hal, tentang apa yang boleh dan tidak boleh kulakukan, tentang bagaimana menjalani hidup, dan tentang banyak hal yang kubutuhkan. Dia mengajariku melalui segala kejadian baik yang kualami maupun yang dialami orang lain, melalui orang-orang di sekitarku, melalui alam semesta, melalui apa saja. Dia benar-benar guruku.
Di jaman Rasulullah dulu juga tidak dipakai istilah guru dan murid. Abu Bakar dkk disebut sahabat Nabi, bukan murid Nabi. Tapi di jaman nabi Isa as, memang ada sebutan guru dan murid.
Jumat, 13 Januari 2006
Langganan:
Posting Komentar (Atom)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar