Senin, 30 Januari 2006

Allah Menuntunku

Kalau dipikir-pikir ternyata beberapa bulan terakhir ini aku dituntun oleh Allah untuk melakukan beberapa hal yang dulu jarang, atau malas, atau bahkan tidak pernah kulakukan. Yaitu antara lain :

Tahajud 11 rakaat. Tiba-tiba saja akhir-akhir ini aku sangat rajin dan penuh semangat bangun malam, lalu shalat tahajud. Syariatnya melalui buku “Nikmatnya Qiyamul Lail”.

Puasa Daud. Aku jadi senang puasa Daud, karena ternyata saat paling mudah ‘nyambung’ ke Allah adalah ketika sedang berpuasa.

Menanti shalat berjamaah di masjid. Aneh. Kalau dulu aku selalu mengakhirkan waktu shalat, kini sebaliknya. Justru aku menanti-nanti kapan waktu shalat. Bahkan jadwalku juga menyesuaikan dengan waktu shalat, bukan shalatku menyesuaikan dengan jadwal kegiatan.

Shalat 2 rakaat menjelang tidur malam. Aku ngga tahu dalilnya, tapi ada sesuatu dalam diriku yang mendorong untuk selalu shalat 2 rakaat sebelum tidur. Aku juga ngga tahu itu shalat apa. Jadi kuniatkan saja shalat tahajud. Belakangan ada temanku yang bilang itu shalat syukrul wudlu'

Berusaha mengerti isi Al Qur’an. Dulu aku baca Qur’an adalah berdasar target, harus khatam Qur’an dalam sekian waktu. Jadi ngga ngerti artinya biarin, asal selesai sekian juz. Sekarang dituntun sama Allah, agar aku tidak sekedar baca. Tapi harus berusaha mengerti apa yang dikatakan Allah dalam Al Qur’an.

Sabtu, 28 Januari 2006

Telur Di Ujung Tanduk

Saat ini imanku bagai telur di ujung tanduk. Sekali gerak saja, telur itu akan pecah. Jika aku diletakkan di tempat gersang dari agama, aku yakin aku akan futur. Tapi kalau aku ditaruh di lingkungan yang Islami, InsyaAllah aku bisa istiqamah.

Imanku belum mencapai ‘titik aman pertama’
(istilah Tantowi Yahya, Who Wants To Be A Millionaire).
Imanku masih di bawah, imanku masih naik turun. Yazid wa yankus.
Abu sangkan bilang bahwa iman itu tidak naik turun, tapi hanya stagnan saja. Stag terjadi karena kita sedang tidak ingat Allah. Nah, tinggal direcall lagi, maka memory tentang kedekatan dengan Allah akan muncul lagi.
Jadi jika kita sudah pernah berada di ruang spiritual, maka sangat mudah untuk merasakan suasana itu lagi.

Ketika kita kira iman kita sedang turun, caranya mudah saja tinggal direcall dengan menyebut nama Allah berulang-ulang dengan tadarru’. Maka akan kita rasakan lagi suasana di ruang spiritual itu. Jika itu dilakukan terus, maka iman akan naik dan semakin bertambah kenikmatannya. Jika yang muncul adalah rasa bosan, berarti iman kita masih emosional. Masih pakai otak. Belum berspiritual.

Aku merasa imanku sangat mudah stag jika tidak didukung lingkungan yang bagus. Mungkin suatu saat nanti jika imanku sudah melewati titik aman pertama, maka berada di lingkungan manapun sudah tidak terpengaruh. Semoga.

Sekarang tugasku adalah berusaha istiqamah, berusaha meningkatkan iman terus menerus hingga mencapai titik aman pertama.

Jumat, 27 Januari 2006

Shalat Yang Nikmat

Hari ini aku bahagia sekali. Bayangin setelah ‘gak nyambung’ selama 3 hari lebih, akhirnya tadi malam menjelang Subuh aku bisa merasakan sambutannya dalam shalat tahajud. Tumben aku bisa tahajud 11 rakaat dengan sangat nikmat. Biasanya 2 rakaat saja sudah ngantuk berat.
Aku menangis tanpa bisa kutahan. Dia begitu dekat.
Dia menyambut shalatku!

Allah mendengarkan keluhanku. Betapa tersiksanya aku ketika Dia tidak menyambutku. Aku mohon padaNya agar menjagaku tetap berada di jalanNya. Agar aku menjadi hamba yang layak Dia cintai. Aku ingin diijnkan melihat wajah-Nya di akhirat kelak. Aku ingin Allah ridlo padaku.

Aku Shalat Subuh di masjid. Subhanallah, Shalat Subuh ini begitu nikmat. Mungkin ketularan energi ruhani sang imam sehingga aku bisa khusyu’ dengan mudah. Ayat yang dibaca adalah ayat Kursi, aku tahu sedikit artinya. Jadi makin membuatku benar-benar merasakan keMaha Besar an Allah. Ke Maha Rahman-Rahim an Nya. Benar-benar Shalat Subuh yang nikmat.

Senin, 23 Januari 2006

Teguran dari-Nya

Kemarin aku sempat kesal, kenapa baru berbuat segini aja, dosa kecil, sudah dihukum. Seedangkan orang lain, berbuat dosa besar, ngga dihukum langsung sama Allah. It’s not fair!
Tapi sekarang aku tahu bahwa itu bukan hukuman. Itu adalah peringatan dariNya. Dia mengingatkanku untuk kembali padaNya.

Trainerku bilang bahwa jika kita merasa hampa atau tidak direspon oleh Allah, maka kita harus introspeksi. Apa yang telah kita lakukan, sehingga hal itu terjadi. Mungkin kita telah melakukan maksiat. Atau kalau kita tidak berbuat maksiat, mungkin kita telah malas-malasan. Misalnya malam hari dibangunkan Allah. Tapi kita malas bangun, malah tidur lagi.
Maka saat itulah Allah mengabaikan kita.
Naudzu billahi min dzalik!

Ya, itu yang kualami. Kemarin ketika dibangunkan Allah jam 03.00 aku malas bangun, malah tidur lagi. Pulas sampai Subuh. Setelah itu apa yang terjadi? Seharian hampa!
Ngga bisa nyambung sama Allah. Sulit sekali.
Dia tidak menyambutku.

Jadi itu bukan hukuman tapi teguran dari Allah. Dia mengingatkan kita untuk kembali padaNya. Apa saja yang tidak ilahiyah akan Dia tegur.
Kalau kamu ngga mau bangun untuk tahajud, ya sudah. Silahkan saja.
Mungkin begitu kata Allah.

Sabtu, 21 Januari 2006

Bayam

Pagi ini aku makan nasi + sayur bayam. Nikmat sekali. Padahal aku paling susah makan. Tapi karena terasa sekali bahwa makanan ini adalah pemberianNya, maka rasanya sangat nikmat.

Tiba-tiba mataku terpaku pada sayur bayam. Pada daun bayam itu. Tanpa bisa kubendung, air mata ini bercucuran. Aku merasakan kasih sayang Allah padaku melalui daun bayam! Aku menangis karena menyadari betapa baiknya Allah. Bayam ini diciptakan Allah untukku!

Bayam ini ditanam dan ditumbuhkan oleh Allah, hanya untukku! Bayam ini mungkin sudah berumur 2 bulan. Jadi jauh sebelum hari ini, sekitar 2 bulan yang lalu, Allah telah dengan sengaja menyiapkan bayam ini, lalu menumbuhkannya hingga besar, hingga siap dipetik. Lalu dimasak orang, sampai akhirnya tersaji di hadapanku. Untuk kumakan.
Sekali lagi Allah telah mengurusku!

Semua sudah dipersiapkan jauh sebelumnya, untuk keperluanku!
Subhanallah! Maha Suci Allah, Maha Pemurah, Yang telah dengan murah hati mengurusku dan menyiapkan semuanya jauh-jauh hari.

Jumat, 20 Januari 2006

Menggapai Hidayah

Sekarang aku paham bagaimana cara mendapat hidayah dari Allah, sehingga kita bisa bergetar dan menangis ketika disebut nama Allah. Yaitu dengan :

1. Bermujahadah. Bersungguh-sungguh dalam mendekatiNya. Datang ke Allah, mohon petunjukNya. Mohon diberi hidayah, mohon diberi khusyu’

2. Pasrah. Memasrahkan diri secara total kepada Allah. Kita tidak ada apa-apanya. Kita bukan siapa-siapa. Kita harus pasrah dengan apapun kehendakNya.

3. Menjalankan semua syariatNya. Itu adalah wujud dari pasrah. Jalankan semua perintahNya tanpa mempertanyakan.

4. Dzikir, ingat kepada Allah, baik dalam keadaan berdiri, duduk, ataupun berbaring.

Rabu, 18 Januari 2006

Mulai Mencintai Allah

Tadi via telpon, temanku Ida bisa menjelaskan apa yang kualami dengan sangat pas. Aku curhat sama dia, kenapa aku jadi sering ngomongin Allah. Bahkan pada semua orang. Sehingga orang mengira aku ini sok alim.
Dikit-dikit ngomongin Allah.

Dia bilang gini :
Jika kita sudah mencintai seseorang, maka kita akan selalu ingin menceritakan tentang dia kepada semua orang. Apapun yang kita bicarakan selalu larinya ke dia. Begitupun jika kita sudah mencintai Allah, maka kita akan selalu ingin berbicara tentang Allah. Apapun yang kita bahas, selalu balik lagi tentang Allah. Kita cenderung membicarakan apa yang paling dominan ada di dalam benak kita, apa yang paling kita sukai.

Ya, penjelasan yang sangat gamblang. Jadi aku tidak usah takut dianggap riya’. Hanya saja aku harus selalu berhati-hati karena setan selalu mencari kelengahan kita.

Ida bilang bahwa dulu dia juga pernah mengalami hal ini. Tapi sekarang tidak bisa lagi. Dia merasa Allah sudah tidak memperdulikannya lagi.
Allah sudah tidak sayang padanya.
Tak terasa air mataku menetes. Aku merasa bahwa Allah bukan tidak sayang padanya. Allah justru kangen padanya dan ingin memanggilnya kembali.

“Carilah Dia. Jangan menunggu. Carilah Dia.
Dia tidak sedang marah padamu. Dia menunggumu.”

Siapa Yang Menurunkan Hujan?

Tadi siang hujan sangat deras, tapi hanya sebentar.
Tiba-tiba aku merasakan lagi kepekaan itu.
Aku merasakan kebesaran-Nya. Aku menyadari aktivitas Tuhan melalui hujan.
Aku merasakan kehadiranNya.
Dia ada! Ya, Dia ada di sini. Dia sedang menurunkan hujan.

Baru kali ini aku merasakan hujan itu begitu bermakna.
Hujan adalah salah satu fenomena alam yang menunjukkan keberadaanNya.
Menunjukkan eksistensiNya. Bagaimana bisa kita tidak mengingatNya,
padahal Dia selalu ada di samping kita. Beraktivitas, demonstratif memamerkan keberadaanNya.

Selama ini hujan hanyalah sekedar fenomena alam biasa. Yang kita pelajari dari SD, bermula dari air di laut, di mana saja, air menguap menjadi awan. Kemudian awan ditiup angin menuju ke tempat yang lebih tinggi. Dan karema kondensasi, maka berubahlah awan menjadi air yang turun ke bumi dan kita sebut hujan. That’s all.
Ngga terasa apa-apa.
Meski berkali-kali dalam Al Qur;an dijelaskan, “AKU lah yang menurunkan hujan.”
Tetap saja hujan tidak menimbulkan ketakjuban. Biasa saja.
Bahkan kadang bikin jengkel karena hujan menghalangi aktivitas kita.

Hari ini, aku bisa melihat Allah sedang menurunkan hujan.
Aku bisa “melihatNya” melalui hujan.
Terima kasih ya Allah, Engkau telah menumbuhkan ketakjuban itu dalam diriku.

Sabtu, 14 Januari 2006

Bekerja adalah Keharusan

Semua manusia harus bekerja karena kita tidak boleh jadi beban bagi orang lain. Meskipun semua kebutuhan kita pasti dicukupi oleh-Nya, tetap saja kita wajib bekerja, menjemput rejeki.

Kalau hanya makan, kita pasti akan diberiNya walaupun tidak bekerja. Ini yang disebut rejeki penguat tubuh. Siapapun di dunia ini, baik yang bekerja maupun yang tidak, semua diberi makan oleh Allah. Seorang ayah yang berkerja maupun bayi yang tidak bisa bekerja, dua-duanya dapat rejeki.

Tapi untuk kebutuhan sekunder, tetap harus diupayakan. Tetap saja harus bekerja. Karena duit tidak jatuh dari langit. Bekerja adalah satu keharusan.

Rejeki bertebaran dimana-mana, tapi banyak yang tidak tahu bagaimana harus menjemput rejekinya. Seolah rejeki itu hanya jika dapat pekerjaan yang mapan, tiap bulan dapat gaji yang pasti. Kerja di kantor, jadi pegawai negeri, adalah impian hampir semua orang Indonesia. Sedangkan berdagang, wirausaha, dianggap bukan sebuah pekerjaan.
Padahal 9 dari 10 pintu rejeki ada pada perdagangan!

Kok Jadi Sangat Tertarik pada Al Qur’an?

Aku baru nyadar, sejak sebulan terakhir ini tiba-tiba saja aku sangat tertarik dengan Al Quran. Semua buku-buku tidak ada yang menarik hatiku. Hanya Al Qur’an saja.
Tiap hari kerjaanku hanya mempelajari Al Qur’an dan terjemahnya. Sangat penasaran. Pengen tahu apa yang Allah sampaikan melalui Al Qur’an. Bahkan aku mulai mentadabburi Al Qur’an, berdasarkan bahasa Tuhan yang disampaikan padaku melalui segala peristiwa yang terjadi.
Apakah para mufassirin juga begitu cara menafsiri Al Qur’an? Melalui pengalaman ruhani atau melalui keilmuan?

Selama ini kita dilarang menafsiri Al Qur’an tanpa melalui para ahli tafsir, karena untuk mengerti Al Qur’an ada ilmu-ilmu yang harus dikuasai. Bahasa arab, Balagha, Mantiq, Nahwu Sharaf, dan seterusnya.
Aku setuju karena memang ada ayat-ayat mutasyabihat yang tidak bisa ditafsiri sendiri, juga ada ayat-ayat yang kelihatannya bertentangan padahal tidak, dan seterusnya. Al Qur’an tidak boleh ditafsiri sekehendak sendiri untuk kepentingan sendiri. Sehingga kita tidak boleh menafsiri Al Quran tanpa melalui kitab-kitab ahli tafsir.

Tapi jika demikian halnya, betapa Al Qur’an itu sesuatu yang tidak terjangkau bagi kita orang awam. Lalu buat apa Al Qur’an diturunkan kepada kita jika hanya kaum mufassirin saja yang boleh menafsiri. Bukankah Al Quran itu pedoman bagi kita? Kalau begitu lebih baik baca buku-buku panduan dari orang-orang Barat dong. Kita bisa tafsirkan dan kita cerna sesuai pemahaman kita.

Menurutku ambil jalan tengahnya, sah-sah saja aku menafsiri Al Qur’an berdasar pengalaman ruhani yang kualami. Tapi ini untuk diri sendiri. Tidak untuk orang lain. Lalu selalu cross check dengan hasil tafsir para mufassirin apakah sejalan atau tidak. Selanjutnya selalu bertanya kepada Allah, Sang Maha Guru, apakah kita sudah benar atau tidak.
Biasanya jika pemahaman kita salah, maka Allah akan mengingatkan. Mungkin dengan melalui teguran dari orang, atau melalui dituntun baca buku yang berkaitan dengan hal itu, atau apa saja.

Intinya satu, terus bertanya pada Allah. Karena hanya Allah yang mengerti dan paham apa yang Dia maksud dalam Al Quran. Karena Al Qur’an adalah firman-Nya, jadi hanya Dia yang paham apa yang Dia katakan.

Jumat, 13 Januari 2006

Shalat Khusyu Meningkatkan AntiOksidan

Tadi aku ikut test mengukur kadar antioksidan dalam tubuh. Menggunakan alat Biophotonic Scanner, produk Amerika, diperagakan oleh produsen Lifepak dari AS.

Cara kerja alat ini adalah meletakkan telapak tangan pada alat ini, kemudian alat ini memancarkan sinar laser biru, energi rendah. Sinar laser ini membaca kegiatan karotenoid di dalam tubuh kita. Frekuensi yang dipancarkan dari karotenoid tubuh dideteksi dengan cara: sinar laser biru jika bertemu karotenoid akan berubah jadi hijau (partikel sinar dibiaskan oleh molekul karotenoid). Jika jumlah karotenoid dalam tubuh tinggi, maka lebih banyak sinar hijau yang dihasilkan. Pembacaan dilakukan dengan komputer dan dianalisa. Makin tinggi angkanya, makin baik perlindungan antioksidannya.

Antioksidan adalah sistem pertahanan tubuh untuk mencegah serangan dari radikal bebas. Radikal bebas adalah sejumlah atom yang memiliki jumlah elektron ganjil dan dapat bereaksi dengan beberapa molekul dalam tubuhn ketika bersentuhan dengan oksigen. Radikal bebas ini bersifat merusak. Antiokasidan yang juga disebut zat anti stress ini juga berperan dalam memperlambat proses penuaan dan mencegah penyakit jantung, kanker, dan stroke. Anti oksidan ini tergantung pada vitamin E, betakaroten, dan vitamin C.

Parameter jumlah antioksidan dalam tubuh :
> 50.000 [tertinggi]
40.000 – 49.000
-30.000 – 39.000 rata-rata orang Thailand
20.000 – 29.000 rata-rata orang Malaysia
10. 000 – 19.000 rata-rata orang Indonesia, Brunei

Rata-rata karyawan yang di test saat itu kadar antioksidannya antara 14.000 – 16.000. Sedangkan temanku yang paling sehat pola makannya 20.000.Aku ikut di test. Semula aku ngga pede, pasti antioksidanku dibawah 10.000. Soalnya pola makanku sangat buruk. Waktu ditest, tahu ngga berapa kadar anti oksidannya?

Amazing! (Lagi-lagi) Bahasa Tuhan berbicara!
Kadar antioksidanku 32.000! Gila, aku benar-benar ngga nyangka.
Mayoritas yang ditest saat itu hasilnya berkisar antara 14.000-16.000.
Aku benar-benar gak habis pikir. Bagaimana ini bisa terjadi?
Akhirnya aku diberi paham, bahwa semua ini karena sering 'nyambung' dengan Allah. Kondisi nyambung, selalu berusaha menghadap pada Allah, berusaha selalu mendekat pada-Nya, ternyata membawa pengaruh yang sangat besar dalam diriku.

Aku menjadi sangat tenang, damai, gak punya masalah. Benar-benar membawa ketenangan dalam menghadapi persoalan hidup sehari-hari. Aku tidak pernah stress. Zat anti stress dalam tubuhku banyak sekali. Ternyata khusyu bisa membawa dampak meningkatkan jumlah antioksidan di dalam tubuh.

Berguru Kepada Allah

Aku merasa bersalah pada temanku karena telah salah dalam menangkap maksud dia. Tapi aku masih belum ‘ngeh’ dengan uraiannya. Mungkin karena aku termasuk orang yang dodol atau bagaimana?

Yang jelas temanku ini memang jago dalam berpikir mendalam. Dari buku-buku bacaannya saja bisa kulihat betapa pandainya dia. Padahal buku-buku seperti itu aku tak mampu mencerna every single word. Aku lebih suka mencari Tuhan tidak dengan mengandalkan pikiran sendiri, melainkan melalui bimbingan-Nya secara langsung. Berguru langsung kepada Allah.
Aku siapkan diri untuk menerima ilmu yang diberikan Allah. Yaitu dengan cara dzikir dengan penuh kesadaran (olah spiritual), latihan menghadap ke Allah, silatun dengan Allah. Kuhilangkan semua ke-ego-anku di hadapan-Nya. Aku siap menerima apapun yang Allah sampaikan tanpa reserve.

Dia benar-benar membimbingku, mengajariku sedikit demi sedikit. Tentang Dia, tentang kehidupan, tentang banyak hal, tentang apa yang boleh dan tidak boleh kulakukan, tentang bagaimana menjalani hidup, dan tentang banyak hal yang kubutuhkan. Dia mengajariku melalui segala kejadian baik yang kualami maupun yang dialami orang lain, melalui orang-orang di sekitarku, melalui alam semesta, melalui apa saja. Dia benar-benar guruku.

Di jaman Rasulullah dulu juga tidak dipakai istilah guru dan murid. Abu Bakar dkk disebut sahabat Nabi, bukan murid Nabi. Tapi di jaman nabi Isa as, memang ada sebutan guru dan murid.

Kamis, 12 Januari 2006

Esensi Syukur

“Aku tidak perlu bersyukur diberi nikmat nafas, diberi nikmat makan. Karena itu semua adalah kewajiban Allah. Aku toh tidak minta diciptakan. Jadi sudah sewajarnya jika Dia memberiku nafas. Aku bersyukur karena diberi kesadaran sehingga aku menyadari bahwa yang menggerakkan nafas ini Allah.”
Begitu kata temanku.

Astaghfirullahal adzim. Tiba-tiba saja aku marah begitu hebat. Aku tidak rela Allah diperlakukan seperti itu. Kalimat terakhir aku setuju, sangat setuju. Tapi kalimat pertama sama sekali tidak setuju. Itu tidak sopan.
Memangnya siapa kita? Apa mentang-mentang kita tidak minta diciptakan, lalu kita boleh tidak berterima kasih?Memangnya siapa kita, berani mewajibkan Allah mengurus kita. Itu hak prerogatif Allah. Sekehendak Dia mau ngapain.

“Eh..bukan begitu maksudku. Aku hanya ingin menemukan esensi syukur. Itu saja. Aku tidak sedang kurang ajar pada Allah. Aku hanya ingin menempatkan pada intinya”
Tegas temanku. Entahlah, aku ngga ngerti.
Satu hal yang aku tahu, pada saat mendengar hal itu, tiba-tiba saja Allah memberikan rasa marah dalam hatiku.
Pelit. Itu namanya pelit. Apa susahnya sih berterima kasih atas itu semua? Apa susahnya mengakui bahwa itu semua terjadi atas kebaikan Tuhan dan bukan atas kewajiban Tuhan? Apa susahnya memuji Dia?Allah tidak butuh rasa terima kasih kita.

Kita yang butuh berterima kasih pada-Nya. Kita butuh memuji-Nya. Kita butuh menyembah-Nya. Jika semua itu kita lakukan, akan terjadi harmoni dalam kehidupan kita. Ketenangan, kedamaian. Ya, itu yang kualami. Damai..tenang..bahagia.
Aku sangat bahagia, sejak mengenal-Nya. Sejak merasakan kehadiran-Nya. Sejak Dia menumbuhkan rasa cinta pada-Nya. Sejak Dia mulai mengajakku berkomunikasi setiap saat, lewat bahasa Tuhan.

Aku tahu temanku tidak bermaksud demikian, karena aku tahu dia sangat mencintai Tuhan. Dia sudah berspiritual, jauh sebelum aku. Dalam berspiritual dia mengagungkan akal, sehingga adalah keharusan untuk berpikir kritis terhadap Tuhan. Mungkin Tuhan pun tidak akan marah. Itu sah-sah saja.

Tapi entah kenapa aku tidak sependapat dengannya. Kok aku jadi gini? Kok aku jadi sangat mengagungkan Tuhan, sehingga untuk sampai berpikir kritis seperti itu saja, aku tidak sanggup.

Latihan Pengembalian

Tadi aku latihan menyerahkan semua milikku, kukembalikan pada-Nya. Semua hal yang mengikatku di dunia ini aku letakkan di kedua tanganku, lalu kuserahkan kepada-Nya, kukembalikan pada-Nya. Karena semua adalah milik-Nya. Aku hanya dititipi saja.
Semua hal yang aku merasa memiliki dan semua hal yang membuatku sulit khusyu’ kuserahkan pada-Nya.Bahkan jasadku kuserahkan juga pada-Nya.

Rasa bisa melihat ini milikMu. Mendengar ini milikMU. Semua milikMU.
Bahkan ruh inipun milik-Mu. Aku tidak punya apa-apa.
Lalu akun memanggil Allah dengan penuh tadharru.
“Ya Allah... Ya Allah...”
Aku mohon agar bisa merasakan kehadiran-Nya, kedekatan-Nya, sehingga aku bisa berdialog dengan-Nya.
Tanpa bisa kubendung tiba-tiba air mata mengalir deras. Aku tidak tahu sedang apa saat itu. Apa yang membuatku menangis? Senang, sedih, atau apa?
Aku hanya tahu bahwa aku sedang ditangiskan olehNya.
Aku hanya merasa rindu pada-Nya.
Rindu yang teramat sangat.
Dia segalanya bagiku.

Rabu, 11 Januari 2006

Dia Maha Mendengar !

Semalam Allah memberiku sate! Gak percaya?
Begini ceritanya : Kemarin setelah shalat Iedul Adha, aku sempat ikut acara bakar-bakar sate. Tapi karena kondisinya tidak memungkinkan, aku ngga sempat ikut makan. Temanku ngajak makan beli di luar. Selesai makan dan keliling kota Bandung, aku pulang.

Pas usai shalat Isya’ tiba-tiba aku ingin sate kambing. Masa sih Iedul Adha ini berlalu begitu saja tanpa merasakan sate kambing? Rasanya kurang afdol.Tahu ngga apa yang terjadi kemudian?
Padahal itu belum terucap dalam doaku, baru sekedar keinginan. Ternyata ada teman yang nungguin aku dari tadi, dia ingin memberikan daging kambing padaku!
Amazing! Aku sampai bergidik menyadari bahwa Allah mendengar bisikan hatiku. Padahal itu baru sekedar keinginan, belum terucap, bahkan dalam doa sekalipun. Jadi ngga ada yang tahu.
Betapa takjubnya aku begitu menyadari bahwa Allah sangat dekat dan Dia mendengar apa yang ada di hatiku!

Sampai di kost an ternyata teman-teman juga lagi bakar sate, jadi aku ikut nebeng. Menakjubkan bukan? Allah memberiku daging kambing, sekaligus dibantu sampai jadi sate.
Kami makan rame-rame. Nikmat sekali. Kenikmatan dunia. Sebenarnya rasanya hancur banget. Swear.Tapi karena kami menunggu masaknya sate begitu lama, trus disajikan di atas daun pisang, trus kita makannya rame-rame, maka terasa nikmat sekali.
Nikmatnya ‘sate sabar menanti’

Selasa, 10 Januari 2006

Bahasa Al Qur’an

Malam ini waktu baca Al Qur’an, ngga tahu kenapa, aku kok bisa mengerti ayat per ayat. Padahal aku ngga ngerti bahasa Arab.
“Al Qur’an diturunkan dalam bahasa Arab agar kamu mengetahui.”
Aku jadi makin semangat untuk belajar bahasa Arab. Dia taruh keinginan dalam diriku untuk belajar Bahasa Arab. Sepertinya Allah menyuruhku untuk itu. Aku sudah berjanji bahwa aku ikut maunya Allah. Ok, aku akan kuliah Bahasa Arab. Tekadku makin kuat.

Aku dibikin sangat ingin mengerti apa yang Allah katakan dalam Al Quran. Terjemahan sangat membantu, tapi aku ingin mengerti ketika membaca Al Quran tanpa harus baca terjemahnya. Terutama saat shalat, jika imam membaca al Quran akan membantu kekhusyuan shalat jika kita mengerti artinya, tanpa harus sibuk menerjemahkan.

Selama ini Allah telah mengilhamkan padaku tentang ayat-ayatNya melalui kejadian sehari-hari. Allah menerangkan ayat-ayat-Nya satu persatu.
Ooh... mungkin itu juga yang dialami para mufasirin. Mereka bisa menafsirkan Qur’an juga karena Allah memberi kepahaman pada mereka. Aku jadi semangat ingin tahu lebih banyak tentang Ibnu Katsir (Tafsir Ibnu Katsir), Jalalain (Tafsir Jalalain), Sayyid Qutb (Fi Dzilalil Quran), Qurays Shihab (Tafsir Al Misbah), dan seterusnya

Takbiran Yang Syahdu

Hujan begitu deras. Tapi aku begitu ingin pergi sholat di masjid. Hujan bukan halangan.
Nikmat! Baru kali ini aku merasakan bahwa pergi ke masjid di tengah hujan deras begitu nikmat. Aku merasa bahwa semakin sulit dan semakin banyak halangan menuju masjid, makin nikmat rasanya.

Dengan riang dan penuh semangat, kuterobos hujan deras dengan payung sederhana agar tidak basah kuyup.Shalat Maghrib ini terasa sangat syahdu. Karena tadi sebelum Maghrib sempat takbiran. Besok Iedul Adha
...Allahu Akbar..Allahu Akbar...Allahu Akbar....
La ila ha illa llah..hu Allahu Akbar.
Allahu akbar wa lillaahil hamd...

Benar-benar syahdu. Terasa benar kebesaran-Nya.
Betapa Allah Maha Besar. Lagi-lagi air mata menetes, mengalir deras tanpa bisa kubendung.Betapa Allah Maha Besar, Maha Agung. Hanya Dialah yang pantas dipuji.
Bagi-Nya lah segala puji. Aku memuja-Nya.

Akhirat Serasa di Depan Mata

Selesai shalat Dhuha, tiba-tiba saja aku berdoa seperti di bawah ini. Bukan berdoa minta rizki, kesuksesan, kesehatan, dan seterusnya hal-hal duniawi lainnya. Selama ini doaku yang paling religius adalah minta selalu dekat dengan Allah. Itu saja. Baru kali ini aku berdoa minta di tempatkan di kampung Rasulullah di akhirat nanti.

Ya Allah, rabb semesta alam.
Aku mohon pada-Mu
Tempatkan aku di akhirat nantiberada di kampung Rasulullah
di tempat para sahabat beliau berada.

Ya Allah, Rabb yang agung.
Aku mohon pada-Mu.
Jadikan aku layak berada di tempat yang mulia
berada di antara para sahabat Rasulullah.
Jadikan aku pantas menerima itu semua.

Kumohon sucikanlah diriku, bersihkanlah diriku
karena aku tak bisa jika tanpa bantuan-Mu
Jangan biarkan aku berbuat kesalahan, kemaksiatan.
Sekecil apapun.

Rasanya seperti akhirat ada di depan mata. Tidak ada bayangan, hanya ada perasaan saja. Dan aku sangat ingin berada di sana. Bahkan aku ingin mati muda. Dalam waktu dekat. Aku sudah rindu sama Allah, rindu sama negeri akhirat. Aneh.

Senin, 09 Januari 2006

Latihan Melihat dengan Mata Batin

Kali ini kami latihan melihat alam semesta dengan mata batin. Lihatlah pohon dengan mata batin. Sehingga dengan melihat pohon, kita tidak melihat wujud pohon, tetapi melihat Yang Menciptakan pohon itu. Maksudnya langsung ingat Allah yang menciptakan pohon itu.

Perhatikan tubuh kita. Apakah kita yang menumbuhkan kuku? Apakah kita yang menumbuhkan rambut? Siapa yang mendetakkan jantung kita? Siapa yang menggerakkan aliran darah kita? Apakah semua itu kita sendiri yang melakukan?

Terus menerus, lakukan latihan melihat dengan mata batin. Latihan. Latihan. Practise make perfect. Latihan melihat dengan mata batin harus dilakukan terus menerus, kapanpun, anywhere, anytime. Alam semesta terbentang luas di hadapan kita. Jika sudah terbiasa melihat dengan mata batin, maka akan bergidik, betapa Maha Kuasanya Allah. Betapa Maha Besarnya Allah! Bahkan tanpa sadar air mata akan menetes.

Latihan ini sekaligus mengasah kepekaan kita. Kita juga harus melatih melihat diri sendiri. Kita harus bisa memisahkan mana ‘aku’ dan mana ‘tubuhku’. Kita harus bisa melihat dengan cara pandang seperti itu. Kita melihat orang tidak melihat fisik semata. Namun yang harus kita lihat adalah ruhnya. Sekarang look at yourself. Siapa sebenarnya yang disebut aku? Apakah tubuh ini? Apakah tangan, kepala, atau yang mana? Ini tanganku. Ini kepalaku. Ini tubuhku.Tapi ini bukan aku. Lalu aku yang mana?

Nah, sampai di sini kita sudah mulai bisa membedakan bahwa “aku bukanlah tubuhku”.
‘Aku” merasakan lapar, haus, sakit, panas, dst. “Aku” sedang merasakan hal-hal yang berhubungan dengan jasad / tubuh.

“Aku bukan hatiku”Saat “aku” merasakan sedih, senang, bahagia, kecewa, marah dst, “aku” sedang merasakan hal-hal yang berhubungan dengan hati. Tapi aku bukan hatiku.

“Aku bukan pikiranku”Amati, otakku sedang berpikir. Ada yang mengamati. Itulah ‘sang aku”. Aku yang mengamati ini, tidak sama dengan pikiranku.

Kita harus terus berada di kesadaran “aku” .Nah “aku” inilah yang dibawa menghadap kepada Allah. ‘Aku’ inilah yang menyembah Allah ketika shalat. Aku mengendalikan tubuhku, Aku mengendalikan pikiranku.Kalau sudah bisa melakukan itu, maka InsyaAllah shalat kita akan direspon oleh Allah. Terjadi sambung rasa (silatun) dengan Allah. Itulah yang disebut khusyu’

Kebetulan ?

Amazing! Ngga nyangka, aku buka Qur’an dan ternyata ayat-ayatnya pas banget dengan apa yang kualami kemarin. Sepertinya Allah menjelaskan apa yang kualami kemarin. Bahasa Tuhan. Aku suka istilah itu. As Syuara 26: 78-82
“ (Dia lah Allah) yang telah menciptakan Aku, maka Dia pula yang memberi petunjuk padaku.”
“Dan yang memberi makan dan minum padaku”
“Dan apabila aku sakit, Dialah yang menyembuhkanku.”
“Dan yang akan mematikanku, kemudian akan menghidupkan aku (kembali). "

Ayat di atas adalah cerita tentang Nabi Ibrahim ketika sedang beradu argumentasi dengan umatnya yang menyembah berhala. Beliau menceritakan tentang Allah dan sifat-sifatnya, seperti dalam ayat tersebut yang merupakan kutipan dari kata-kata nabi Ibrahim.

Amazing bukan? Pada saat aku sedang mengamati, mempelajari, merasakan, dan menumbuhkan kesadaran akan kehadiran Allah dalam kehidupanku, akan kebaikanNya padaku, akan kenyataan bahwa dari lahir hingga sebesar ini hanya Allah lah yang mengurusku. Seolah Allah membenarkan apa yang di dalam pikiranku.

Minggu, 08 Januari 2006

Allah Maha Mengurus

Hari ini aku benar-benar tidak punya uang. Uang di kantong tinggal 3500 rupiah. Uangku ada di bank, tapi sengaja tidak kuambil. Aku ingin membuktikan, benar ngga sih bahwa Allah akan memberiku makan, bahwa Dia mengurusku, makhluk ciptaan-Nya ini. Sengaja aku tidak berusaha sama sekali, hanya ingin ngetes. Ternyata apa yang terjadi ?

Pagi-pagi, teman kost nawarin buntil dan sayur jamur. Sama sekali aku tidak meminta . Aku masih punya nasi di rice cooker. Akhirnya kami bertiga makan. Nikmat sekali. Kenikmatan dunia. Seperti makan di pintunya surga he.he. Saat itu aku hanya merasakan betapa nikmatnya makan makanan pemberian dari Allah.

Siangnya mau pergi ikut kajian, tapi uangku ngga cukup buat naik angkot. Ternyata temanku telpon ngajak berangkat bareng. Dia bawa mobil. Di tengah jalan hujan begitu deras, jalanan mulai tergenang air. Syukur alhamdulillah, berkat campur tangan-Nya aku terhindar dari basah, terhindar dari becek, air kotor, masuk angin, dan lain-lain. Dengan nyaman, aku diberi-Nya tumpangan, sehingga aku sampai di tujuan tanpa basah kuyup.

Pulangnya (lagi-lagi) Allah mengurusku. Aku belum makan siang karena ngga punya uang. Sementara hari menjelang Maghrib. Lewat temanku, aku tidak minta, ternyata Allah memberiku makan. Kami makan dengan sangat nikmat, bahkan aku dibawain oleh-oleh buat teman-teman kost. Sekaligus ini untuk sahur nanti malam karena besok puasa Arafah. Terima kasih ya Allah. Ternyata Engkau benar-benar mengurusku !

Minggu, 01 Januari 2006

Iman Turun

Pulang kampung. Lebaran di kampungku sangat menyenangkan. Aku sangat betah di rumah. Ketika bercengkerama dengan keluarga, entah kenapa aku begitu terlena. Aku ngga ingat Allah. Hanya sesekali, ketika shalat saja.

Susah sekali untuk terus nyambung ke Allah seperti waktu Ramadhan kemarin. Karena aku mulai tidak ingat Allah, maka ancamanNya pun berlaku. “Jika engkau tidak ingat Aku, maka akan kukirimkan setan ke dalam dadamu, sebagai teman, yang akan menuntunmu.”

Benar, itulah yang terjadi. Aku mulai malas shalat, selalu di akhir waktu. Banyak kerjaan di rumah, tapi jika ada waktu luang kuhabiskan untuk nonton teve. Benar-benar banyak waktu terbuang sia-sia. Wasting time. Baca Qur’an malas. Shalat malam malas. Semua ibadah ritual kukerjakan dengan malas-malasan.Berikutnya, aku mulai mudah marah, mudah tersinggung. Sering kecewa jika kenyataan tidak sesuai harapan. Mulai sering merasa sedih, sebel, ngga enak hati. Kebahagiaan yang kurasakan waktu itu hilang sudah. Malas kerja, yang ada hanya buang-buang waktu. Nonton teve, ngobrol ngalor-ngidul, tidur-tiduran. Sangat menyebalkan. Imanku di titik terendah. Akhirnya kupaksakan diri untuk balik ke kota dimana aku tinggal sekarang. Aku ingin ikut olah spiritual bersama teman-teman lagi.

Begitu sampai, yang pertama kali kulakukan adalah mencari informasi dimana kajian diadakan. Langsung saja aku ikut. Saat olah spiritual, ternyata Allah masih mau menyambutku. Aku menangis, memohon ampun pada-Nya, karena telah sebulan ini melupakan-Nya. Sangat tidak enak, tidak nyaman, hidup jauh dari Allah.

Aku bilang pada pemateri bahwa imanku benar-benar turun ketika dekat dengan keluargaku. Aku terlena ketika bersama mereka. Aku merasa nyaman bersama mereka dan tidak ingat Allah. Aku baru ingat Allah ketika sendirian, ketika jauh dari kelurga. Aku minta nasehat pada trainer agar imanku tidak turun.

Beliau bilang, “Justru kamu harus tetap bersama keluarga. Jadikan itu latihan, harus bisa tetap nyambung ke Allah meski sedang berada bersama keluarga.”
“Satu lagi, agar iman tidak turun, maka syaratnya: usahakan jangan sampai imanmu hari ini sama dengan hari kemarin. Iman harus naik terus. Hari ini harus lebih baik dari hari kemarin. Jika iman sama dengan kemarin, maka bisa dipastikan besok akan turun.

”Terimasih, Pak. Mulai hari ini aku akan terus berusaha menjaga agar imanku hari ini tidak sama dengan kemarin. Imanku harus naik terus, tidak ada kesempatan untuk turun.