Aku belum bisa merasakanatom-atom pembentuk tubuh kita bergerak, berputar, mengikuti kehendak-Nya. Berkali-kali kucoba, belum juga berhasil. Meski tidak berhasil, tapi ada manfaatnya.
Dari latihan itu aku dapat pemahaman baru dalam kehidupan sehari-hari. Mulai kurasakan bahwa tubuhku ternyata selalu tunduk, patuh pada-Nya. Tapi “sang aku” ini kadang patuh, kadang suka protes.
Aku dapat pemahaman begini :
Tubuhku = tubuh + aku
Pikiranku = pikiran + aku
Hatiku = hati + aku
Tubuh + Pikiran + Hati :
Semua tunduk patuh pada-Nya. Ini semua adalah alam, menyatu dengan alam. Sama dengan tanaman, hewan, bumi, matahari, dan lain-lain alam semesta ini tunduk pada aturan-Nya, pada sunatullah-Nya.
Aku :
Adalah ruh, sebuah kesadaran. Ruh yang berasal dari Ilahi. Namun Dia memberinya kehendak. Ketika kehendakku berbeda dengan kehendak-Nya maka masih ada protes, masih ada ketidaktundukan pada-Nya.
Aku + Ruh = Ruh ku.
Ketika Aku + Ruh menyatu, “aku” masih ada.
“Aku” yang menghadap Tuhan. “Aku” yang diberi hidayah. “Aku” yang berusaha. “Aku” yang menangis, “aku” yang tunduk. “Aku” yang berserah diri pada-Nya. “Aku” yang mukhlis.
Tapi ketika “aku” lepas dari Ruh. Hanya ada Ruh saja, maka “bersatu dengan Tuhan”. Bersatu dengan Allah.
Jika sudah tidak ada “aku”, maka yang tinggal hanyalah sebuah kesadaran.
Hanya ada Allah yang menggerakkan. Allah yang melakukan semua hal. Allah yang berkehendak.
Aku hanya sebuah kesadaran, hanya sebagai penyaksi.
Aku hanya melihat tubuhku, pikiranku, hatiku, semua Allah yang menggerakkan. SekehendakNya !
Semau-Nya Dia! Dia pemilik tunggal. Pemilik sah atas hati, pikiran, tubuh, bahkan ruh ini. Aku bukan siapa-siapa. I’m nothing !
Langganan:
Posting Komentar (Atom)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar