Kamis, 21 September 2006

Kuantitas Or Kualitas ?

Barusan dibangunkan Allah jam 03.00. Tiba-tiba saja ketika sedang wudhu, aku dapat pemahaman tentang keutamaan dzikir, sadar penuh. Sekarang aku tahu salah satu alasan kenapa jalanku menuju Tuhan sangat mudah. Kuncinya adalah di dzikir, sadar penuh.

Dalam hal ritual, ibadahku biasa saja. Shalat 5 waktu, qabliyah dan ba’diyah, tahajud meski hanya 2 rakaat, tapi tidak pernah kutinggalkan. Kadang2 shaum Senin-Kamis. Aku tidak punya amalan wirid 5000 kali seperti yang dilakukan orang-orang. Tapi setiap kali mau tidur aku selalu berusaha ‘nyambung’ ke Allah.

Ada seorang teman yang ingin melihat amalanku sehari-hari. Aku bilang ; “ Kamu tidak akan menemukan amalanku yang dahsyat, semua amalanku standard aja.”
“Masa’ sih. Tapi aku lihat kamu beda. Kalau diskusi sama kamu, dalem banget kajiannya tentang Allah.”

Amalanku biasa saja, tapi Allah memberi hasil nyata dalam kehidupan sehari-hari. Kuncinya adalah di kesadaran penuh. Meskipun tahajudku hanya 2 rakaat, tapi ketika shalat tahajud itu aku berusaha mengarahkan kesadaaranku penuh menghadap pada-Nya, selalu berusaha khusyu’ di setiap shalat meski tidak selalu berhasil.

Beberapa orang melakukan banyak ritual ibadah, tapi kesadarannya tidak penuh ke Allah. Sebagian ingat Allah, sebagian lagi ingat kerjaan, ingat pasangan, ingat anak, ingat kehidupan sehari-hari. Mereka menekankan kuantitas, sedangkan aku menekankan kualitas. Ibadahku biasa saja, tidak banyak, tapi aku selalu berusaha sadar penuh ke Tuhan setiap waktu. Baik ketika makan, tidur, berjalan, di angkot, di kampus, di kost an, di masjid, lagi kuliah, lagi ngobrol, lagi kerja, lagi nonton teve, aku selalu berusaha mengarahkan kesadaran kepada-Nya. Berusaha ingat Allah 24 jam. Dengan demikian tidurpun bisa dianggap ibadah, makan pun juga dianggap ibadah dan seterusnya. Sementara beberapa orang meski melakukan ritual ibadah, tapi ingatannya ke Allah hanya sebentar. Masih didominasi oleh ingatan ke yang lain. Jadi jangan iri jika jalanku menuju Tuhan sangat mudah. Seperti jalan tol.

Dan itu semua bukan karena ibadahku, bukan karena usahaku. Semua itu semata-mata kehendak Allah saja. Aku hanya bersedia untuk digunakan oleh-Nya. Aku bersedia pikiranku, tubuhku, hatiku dialiri oleh-Nya. Hingga akhirnya aku bisa ingat Dia all the time, bisa semangat 45 dalam beribadah ritual, bisa full energi dalam bekerja dan kuliah dalam rangka mengemban amanat-Nya menjadi Khalifah untuk membangun peradaban. Aku bukan malaikat yang setiap hari harus ibadah ritual. Aku manusia biasa. Tidak akan kau temukan hal yang istimewa pada diriku.

Setiap kali ada setitik rasa sombong dalam diriku, maka Allah menegurku dengan menghalangiku untuk ‘nyambung’ pada-Nya. Terasa ‘garing’ dan sangat sulit untuk ingat Dia terus. Setiap kali aku lupa pada-Nya walau hanya sedetik, maka dikirim-Nya setan dalam dadaku sehingga aku jadi malas, aku mudah marah, mudah tersinggung, kecewa, sakit hati. Itulah cara Allah mengajariku untuk selalu dzikir, mengarahkan kesadaran penuh kepada-Nya.

Bisa ingat terus ke Allah al the time juga bukan karena usahaku. Yang kulakukan hanyalah minta pada-Nya agar di dzikirkan.

Tidak ada komentar: