Rabu, 27 September 2006

Karena DIA Ingin Dikenal HambaNYA

Karena DIA ingin dikenal, maka jalan menuju Tuhan sangatlah banyak. Ya, banyak jalan menuju Allah. Apapun bisa jadi jalan menuju Allah. Kejadian apapun bisa menjadi jalan untuk mengenal-NYA. Itu hanya sebuah pilihan. Memilih jalan yang mana, silakan saja. Tiap orang memilih jalanNYA masing-masing. Tiap orang unik. Tiap orang memiliki kecenderungan masing-masing. Untuk itulah Allah menciptakan banyak jalan untuk mengenalNYA.

Karena DIA ingin dikenal oleh makhluk-NYA, setiap hari DIA menyapa kita. Namun kita tidak pernah menghiraukan-NYA. Setiap hari DIA mengurus kita tanpa merasa bosan. Namun kita bahkan tidak mengenal-NYA. Ke-RahmanRahiman-NYA lah yang membuat DIA begitu sabar, begitu telaten memperkenalkan Diri-NYA melalui pintu manapun.

Jadi bukan hal yang bijak jika kita masih menyalahkan orang lain ketika dia berusaha mengenal Tuhannya dengan menggunakan cara dia yang berbeda dengan cara kita. Ingat, semua tergantung niat. Jika memang niatnya adalah sungguh-sungguh ingin mengenal Allah, maka yakinlah bahwa Allah sendiri yang akan menuntun dia untuk mencapai itu. Karena bagaimanapun Allah adalah guru yang sesungguhnya.
Allah sudah berfirman: ‘Barangsiapa yang sungguh-sungguh datang kepada Kami, maka akan Kami tunjukkan jalan-jalan Kami” (Al Ankabut 69)

Tidak ada jalan yang lebih baik atau lebih cepat. Yang ada adalah jalan apapun yang kau tempuh, jika engkau bersungguh-sungguh ingin mengenalNYA, maka jalan itu otomatis akan menjadi jalan tol bagimu.
Barangsiapa yang mendekat kepadaKU selangkah, maka AKU akan mendekat padanya sedepa. Barangsiapa yang mendekat padaKU dengan berjalan, maka AKu akan mendekat padanya dengan berlari. ” (Hadist Qudsi)

Selasa, 26 September 2006

Mengambil Pelajaran

“Mohon doanya, Dhafa sore ini diopname. Dia kena kelainan pembekuan darah. Terjadi pendarahan tertutup di seluruh tubu. Mudah-mudahan tidak sampai ke otak. Amin.” Demikian sms dari iparku.

Dzig! Kaget. Itulah reaksi pertamaku. Ngga nyangka. Keponakanku Dhafa, 3 th, yang periang, jarang sakit, ternyata mengalami hal seperti itu. Tiba-tiba muncul kekhawatiran yang teramat sangat. Aku takut Dia mengambil Dhafa! Itu ujian yang sangat berat.
Lalu ketika shalat Maghrib, aku berdoa dengan sungguh-sungguh. Mohon agar Dia menyembuhkannya.

Tahu ngga apa jawaban Tuhan? Kurasakan jawabannya adalah Dhafa tidak akan diambilNya. Dia akan menyembuhkannya, tapi tidak sekarang. Dia sengaja membuat Dhafa sakit, dalam rangka memberi satu pelajaran baru buat ibunya. Jika dia bisa mengambil hikmah dari kejadian ini, maka Dhafa akan disembuhkan.
Terima kasih, Rabb. Aku lega luar biasa. Plong rasanya. Tidak ada kekhawatiran lagi.

Ketika kusampaikan pada iparku, dia cerita bahwa dia memang kemarin ketika pertama kali ikut halaqoh, trainernya bilang: setelah ini ibu akan diuji dengan sesuatu. Ibu akan diberi pelajaran baru oleh Allah. Mungkin inilah ujian itu.

Amazing! Ternyata 2 hari kemudian Dhafa sudah boleh pulang. Padahal diagnosa dokter sebelumnya sangat menakutkan. Pasti iparku telah berhasil memetik hikmah, mengambil satu pelajaran dari ini semua, sehingga Allah berkenan menyembuhkan putranya.

Sekali lagi, aku baru sadar kalau mulai hafal dengan perilaku-Nya. Aku mulai mengenal-Nya. Karena Dia tiap hari mengenalkan diriNya padaku.

Seperti kepada sahabatku. Dulu ketika masih belum akrab, aku tidak mengerti kenapa dia berbuat begini atau begitu. Tapi setelah kami akrab, lama-lama aku hafal dengan kebiasaannya, sifat-sifatnya, dst. Hingga aku bisa tahu bagaimana harus bersikap menghadapi sahabatku itu.

Thank You so, much.
Terimakasih karena membuatku mengenal-Mu.

Cara Allah Memaksa

“ Suci lagi sedih. Dia sudah hamil 2 bulan, tapi janinnya tidak berkembang. Jadi harus dikuret besok.”
Bunyi pesan singkat (sms) dari temanku. Dikirim larut malam tadi, tapi baru kubaca pagi ini ketika aku bangun tidur jam 03.30 pagi.

Tiba-tiba aku dapat pemahaman begini :
“Begitulah cara Allah, Sang Rahman Rahim, untuk memaksa Suci kembali pada-Nya. Ramadhan adalah moment yang sangat tepat untuk kembali pada-Nya.”

Dulu Suci sangat rajin mengikuti pengajian-pengajian dan ceramah. Dia yang cantik, ramah, supel, dan baik hati, yang mampu memikat hati siapa saja, ternyata diuji Allah dengan belum dipertemukan dengan jodohnya. Tapi dia tetap rajin berusaha dan berdoa, tidak larut dalam kesedihan. Tipe wanita tangguh dan tegar. Banyak wanita yang iri dibuatnya. She has everything.

Sampai akhirnya Allah berkenan mempertemukannya dengan seorang lelaki yang membuatnya bertekuk lutut, selalu ingin bersamanya all the time. Hingga akhirnya pelan-pelan dia mengurangi kegiatannya di pengajian karena sibuk menemani kekasih. Dan Allah pun mengingatkannya, bahwa lelaki itu bukan jodohnya. Jauh sebelum perpisahan terjadi, sudah bisa diprediksi bahwa mereka pasti akan berpisah. Jika mencintai kekasih berlebihan, maka dia akan merasa terikat. Sehingga akan berusaha untuk melepaskan diri dari ikatan itu.

Suci yang sejak berada dalam jeratan kekasih berubah jadi pemurung, tidak ceria lagi seperti dulu. Kecantikan mulai memudar dari wajahnya. Tapi begitu mereka putus, dia kembali ceria, ramah, supel, dan baik hati, dan tentu saja cantik. Dia bangkit dari keterpurukan.

Sekali lagi Allah mengabulkan permohonannya. Akhirnya dia dipertemukan dengan jodoh sejatinya. Hanya dalam hitungan minggu mereka pun memutuskan untuk menikah. Kali ini setiap kali diajak ikut pengajian dia tidak bisa ikut karena sibuk mengurus pernikahannya. Nanti saja kalau sudah menikah, aku akan ikut, katanya. Namun 3 bulan berlalu, dia masih sibuk dengan suami dan rumah tangga barunya.

Sampai akhirnya Allah memaksanya untuk kembali mendekat pada-Nya. Diambilnya sang janin. Ujian yang sangat berat bagi seorang wanita. Tetapi Allah yang Maha Rahman Rahim memilih waktu yang tepat yaitu di awal Ramadhan, agar Suci lebih mudah mendekat pada-Nya. Subhanallah! Begitulah cara Allah menyayangi hamba-Nya.

Sekarang bola ada di tangan Suci. Apakah dia mau kembali mendekat pada-Nya, dan dia temukan kebahagiaan, bahkan akan diganti-Nya dengan karunia yang berlipat ganda. Ataukah dia tetap seperti semula. Maka akan dia temukan kesedihan dan kekecewaan.

Dari peristiwa di atas baru kusadari bahwa ternyata aku mulai hafal dengan perilaku-Nya. Dulu setiap ada musibah, aku hanya menduga-duga saja, apa maksud Tuhan dengan musibah tersebut. Tapi kini, dengan sangat yakin, aku bisa tahu apa maksud Dia. Terima kasih ya Allah, Engkau mau mengenalkan Diri-Mu padaku.

Senin, 25 September 2006

Jalan Menuju Tuhan

Selama ini aku merenung, berpikir mengenai jalan menuju Tuhan. Mengapa jalan yang kutempuh bersama teman-teman begitu mudah dan cepat sampai ke Tuhan. Sementara beberapa orang harus berputar-putar dulu, melewati jalan yang sulit dan berliku , hingga akhirnya sampai juga ke Tuhan. Dari sebuah artikel dari orang yang sangat kuhormati, yang ruang spiritualnya sangat tinggi, aku memahami sesuatu.

Jalan menuju Tuhan sangat banyak, sejumlah nafas itu sendiri. Namun secara garis besar, ada 2 jalan yang ditempuh oleh para spiritualis. Pertama, adalah jalan yang berdasarkan dalil “Barangsiapa mengenal dirinya, maka dia akan mengenal Tuhannya.” Jalan ini banyak ditempuh oleh sebagian ahli sufi, yang diadopsi dari para filosof Yunani. Cara ini banyak dipakai oleh para pencari murni, yang belum panduan sama sekali tentang Tuhan.

Tahapan yang dilalui mencari Tuhan adalah melalui tahapan mengenal diri dari segi wilayah-wilayah alam pada dirinya. Misalnya mengenali hatinya dan suasananya, pikiran, dan perasaannya, dan lain-lain sehingga dia bisa membedakan dari mana intuisi ini muncul. Apakah dari pikirannya, dari perasaannya, atau dari luar dirinya.

Namun cara ini terlalu lama, berputar-putar dulu untuk akhirnya ketemu Tuhan. Bahkan tak jarang ketika dalam perjalanan menuju Tuhan dia terlena ketika menemui alam-alam yang menakjubkan, dimana dia bisa melihat hal-hal yang kasyaf, hal-hal kesaktian, hingga dia lupa tujuan semula. Tapi jika dia kuat kepada Tuhannya, pastilah selamat sampai tujuan.

Jalan yang kedua adalah berdasar dalil : “Barang siapa yang mengenal Tuhannya maka ia akan mengenal dirinya”.
Jalan ini yang ditempuh oleh aku dan teman-teman dalam berspiritual. Yaitu dengan mengenal Tuhan langsung melalui apa yang dikatakan Allah sendiri dalam al Qur’an.
“Sesungguhnya Aku ini dekat, lebih dekat daripada urat leher.” “Sesungguhnya Aku meliputi alam semesta.”
“Akulah yang menurunkan hujan, Akulah yang menumbuhkan pohon, dst...”

Kita diperintahkan untuk memulai dengan dzikir (mengingat Allah), kemudian kita diperintahkan untuk mendekati-Nya. Allah sudah sangat dekat, sehingga kita tidak perlu mencarinya jauh-jauh melalui berbagai macam tingkatan alam-alam di luar sana. Tidak perlu memikirkannya, cukuplah jiwa ini mendekat secara langsung kepada Allah. Karena orang yang telah berjumpa alam-alam belum tentu tunduk kepada Allah, karena alam di sana tidak ada bedanya dengan alam dunia ini, semua adalah ciptaan-Nya.

Islam mengajarkan dalam mencari Tuhan, telah diberi jalan yang termudah. Hal ini telah ditunjukkan oleh-Nya bahwa Dia sangat dekat. Dan bahwa “Barangsiapa yang sungguh-sungguh datang kepada Kami, maka akan Kami tunjukkan jalan-jalan Kami.” (QS Al Ankabut 69).
Ayat-ayat ini membuktikan dalam mendekatkan diri pada Allah tidak perlu melalui proses pencarian atau menelusuri jalan-jalan yang ditemukan oleh kaum filsafat atau ahli spiritual di luar Islam, karena mereka dalam perjalanannya harus melalui tahapan-tahapan alam-alam. Islam dalam menemui Tuhannya haruslah memfanakan, maniadakan alam-alam selain Allah dengan konsep Laa ilaaha illallah. Tidak ada illah selain Allah. Laa haula wala quwwata illa billah. Tidak ada daya dan kekuatan selain Allah..

Minggu, 24 September 2006

Para Pencari Tuhan

Ketika shalat Maghrib barusan, setelah sejak siang bergulat dengan tawar menawar kehendak dengan-Nya, betapa ngototnya aku minta agar teman-temanku dikasih rasa nyambung, akhirnya aku diberi pemahaman tentang syarat yang harus dipenuhi agar bisa ‘nyambung’ dengan Allah setiap saat.

Adapun syarat itu adalah sebagai berikut :
1. Dia haruslah seorang pencari Tuhan
Jika dia ikut hanya karena diajak teman, atau sekedar ingin tahu, maka dia tidak akan bisa nyambung dengan Allah. Boleh jadi dia sudah kenal Allah. Dalam kehidupan sehari-hari dia sudah merasakan kehadiran-Nya, tapi belum tahu bagaimana cara menghadap. Biasanya orang seperti ini lebih mudah ‘nyambung’.

Atau dia sudah sangat istiqamah dalam melakukan ritual ibadah, tapi dia belum bisa merasakan kehadiran-Nya dalam kehidupan sehari-hari kecuali ketika ditimpa musibah saja. Jika dia benar-benar pencari Tuhan, maka orang seperti ini pun akan mudah ‘nyambung’. Dia akan memperkenalkan Diri-Nya. Dan akan Dia buka hijab-Nya, sehingga para pencari Tuhan ini mampu ‘melihat-Nya’ dan merasakan kehadiran-Nya setiap saat.

2. Sungguh-sungguh.
Jika kita menunjukkan kesungguhan dan kegigihan kita, maka Allah akan memberikan rasa ‘nyambung’ itu. Kesungguhan itu ditunjukkan dengan memprioritaskan Allah di atas segalanya. Menomorsatukan pertemuan dengan-Nya dibandingkan dengan hal lainnya. “Barangsiapa mendekat padaku sehasta, maka Aku akan mendekat padanya sedepa. Barangsiapa mendekat pada-Ku dengan berjalan, maka Aku akan mendekat padanya dengan berlari.”

3. Ikut maunya Allah
Samakan kehendak kita dengan kehendak-Nya. Ikut maunya Allah, tanpa protes sedikitpun. Mau dikasih berapapun alhamdulillah. Dibikin sakit atau sehat, kaya atau miskin, naik atau turun, diangkat atau dijatuhkan, diberi musibah atau karunia, tidak masalah. Sama saja, semua adalah kehendak-Nya. Yakinlah bahwa Dia tahu apa yang terbaik bagi kita. Ikuti apapun kehendak-Nya.

Jika kita merasa kecewa, maka itu tanda bahwa kita belum mengikuti kehendak-Nya.Kecewa muncul ketika apa yang kita harapkan (kehendak kita) tidak sesuai dengan kenyataan (kehendak-Nya). Cara yang dianjurkan oleh banyak ulama adalah dengan mencari hikmah di balik semua kejadian, mencari 1001 alasan untuk menemukan hikmah dari kejadian yang menimpa kita. Atau memakai istilah orang Barat positif thinking.

4. Merasa nothing di hadapan-Nya.
Jika kita sudah sungguh-sungguh, tapi masih juga sulit nyambung, maka evaluasi diri lagi. Mungkin masih ada sedikit rasa ‘aku bisa’ di hadapan-Nya. Aku bisa, aku mampu, dengan usahaku sendiri. Sedikit saja kesombongan, walau hanya sebesar dzarrah pun mempunyai efek susah nyambung.

Dia minta kita membuktikan bahwa “La haula wa la quwwata illa bil laahil ‘aliyyil ‘adziim.” Bahwa tidak ada daya dan kekuatan kecuali hanya dengan kekuatan dan dayaMu , ya Allah. Bahwa jika tanpa pertolonganMu, aku tidak bisa nyambung, aku tidak bisa khusyu’. Kita datang pada-Nya dengan kondisi nol. Tidak punya apa-apa. Semua adalah milik-Nya. Kembalikan pada-Nya. Kita hina di hadapan-Nya. We are nothing.

Makin menghinakan diri, makin menunjukkan kelemahan kita di hadapan Allah, maka makin diberi kemudahan untuk ‘nyambung’ pada-Nya. Sangat wajar bahkan merupakan keharusan untuk menghinakan diri kita di hadapan Sang Khaliq, Sang Pencipta kita. Tapi lain hal nya ketika berhadapan dengan makhluk, yang notabene sama-sama hina di hadapan Allah. Karena hanya Allahlah tempat segala kemuliaan itu.

Di antara ke empat syarat di atas, maka syarat paling utama adalah yang pertama yaitu: dia haruslah seorang pencari Tuhan. Karena dengan modal inilah, dia tidak akan bosan datang pada-Nya. Walaupun tidak dikasih nyambung, dia akan terus datang. Dia akan terus berusaha menemukan-Nya. Tidak perduli bagaimana Allah memperlakukan dia, apakah Allah mau menemui-Nya atau tidak, dia akan terus datang menghadap. Terus menerus mengetuk pintu-Nya, meski Dia belum berkenan membukakan pintu-Nya. Dia begitu rindu ingin bertemu dengan-Nya.

Biasanya orang seperti inilah yang diberi nyambung oleh-Nya, terus menerus. Mungkin di awal-awal Dia kan menguji kesungguhannya. Adakalanya Dia tidak membukakan pintu-Nya dengan mudah, Dia sengaja mempersulitnya. Dia ingin meng-nol-kan orang ini. Seolah Dia berkata :
‘Aku ingin melihat seberapa sungguh-sungguhnya engkau ingin menemuiku. Aku ingin engkau menyadari bahwa bukan karena usahamu, kamu bisa menemukan-Ku. Tapi karena rahmat-Ku lah, engkau bisa menemuiKu. Karena Aku kasihan padamu, Aku sayang padamu, dan karena Au berkehendak untuk memperkenalkan Diri-Ku padamu.”

Sabtu, 23 September 2006

Aa Gym Dan Gede Prama

Apa bedanya jalan yang ditempuh Aa Gym dengan jalan yang ditempuh Gede Prama? Keduanya sama-sama sangat dalam mengupas tentang kehidupan. Aa Gym muslim, tentu saja semua dia kaitkan dengan Allah. Gede Prama non muslim, dia kaitkan semua dengan Tuhan secara umum, lintas agama.

Keduanya sama-sama menebar kedamaian, ketentraman, kearifan. Keduanya memberikan banyak manfaat bagi kehidupan manusia. Keduanya memberikan solusi bekal dalam mengarungi kehidupan. So, what differences between them?

Kalau dengan cara yang ditempuh Gede Prama kita sudah bisa mendapat ilmu tentang kehidupan, tentang kearifan, tentang kasih sayang, lalu mengapa kita mesti menjadi muslim?
Kenapa mesti menjadi muslim jika di luar sana pun kita temukan kedamaian dan ketentraman?
Lalu apakah tujuan kita jadi muslim hanya untuk mendapatkan kedamaian dan ketentraman saja?
Ntahlah.. aku tidak tahu. Aku kok bodoh banget, ya Allah.
'Allimnii....... Ajari aku, Ya Allah.

Jumat, 22 September 2006

We Are Nothing

Ketika sedang berada di hadapan-Nya,
Akuilah bahwa you are nothing.
Ketika sedang menghadap pada-Nya
Tunjukkan kelemahanmu.
Tunjukkan kehinaanmu.
Jangan ada setitik pun rasa bisa mu.
Jangan ada setitik pun ke-aku-an mu.
Maka Dia akan menyambut-Mu.

Hakekat Doa

Ketika Allah berkehendak memberi kita mobil, maka Dia taruh keinginan di dada kita. Keinginan untuk memiliki mobil. Lalu kita pun berdoa.
Selanjutnya kita digerakkan-Nya untuk bekerja, menjemput rizki.
Hingga akhirnya terkumpul uang sehingga kita mampu membeli mobil.

Setelah mobil didapat, apa yang kita katakan?
“ Ini semua adalah hasil kerja keras dan doaku.”
Etiskah?

Bagaimana mungkin doa kita yang datang belakangan dapat menyebabkan datangnya pemberian Allah yang telah ditentukan jauh lebih dulu ?

Kamis, 21 September 2006

Gybraltar

Tadi waktu shalat Dhuha di masjid kampus, tiba-tiba saja aku merasakan semangat yang begitu menggelora pada pasukan muslim di Gybraltar.

Gybraltar adalah nama sebuah tempat yang sangat bersejarah, karena di tempat itulah pasukan muslim terdesak oleh pasukan musuh. Di depan musuh menghadang, sementara di belakang adalah lautan dengan kapal-kapal yang siap membawa para pasukan melarikan diri. Tapi apa yang dilakukan oleh Sang Komandan? Beliau justru membakar kapal-kapal tersebut dengan tujuan menghalangi keinginan pasukan untuk melarikan diri.
Hanya ada satu pilihan : BERJIHAD atau MATI !

Gybraltar adalah saksi bisu tentang keberanian manusia, tentang keyakinannya, tentang pengorbanannya, tentang kepahlawanan, tentang ‘bersedia melakukan apa saja untuk Allah.”.
HADAPI ! dan JANGAN PERNAH LARI !
Apapun resikonya, hadapi dengan berani ! Sebab sesungguhnya Innallaha ma’ana. Allah selalu bersama kita.

Ya Allah, sekarang aku mengerti bahwa sekarang adalah saat bagiku untuk berjuang di jalan-Mu. Mengajak sebanyak mungkin orang kembali ke fitrah, untuk mengembalikan ketaatan hanya pada-Mu. Untuk berjihad fi sabilillah, mengajak orang kembali ke peran masing-masing menjadi khalifah di muka bumi, berkarya untuk membangun peradaban manusia. Tidak ada kata mundur.
SEMANGAT !

Mengarahkan Kesadaran

Terus terang aku juga tidak 24 jam penuh ingat Dia. Tapi selalu berusaha mengarahkan kesadaranku kepada-Nya. Setiap kali kesadaranku didominasi oleh pikiran, maka sebisa mungkin aku arahkan lagi kesadaranku. Pikiranku ini sangat kuat mengusaiku. Dengan latihan patrap, sedikit demi sedikit, step by step aku mulai bisa menguasai pikiranku. Jadi bukan pikiran mengendalikan aku, tapi aku mengendalikan pikiranku.

Dilihat dari ritual ibadah dan keseharianku, sama sekali tidak tampak ikhtiarku. Seolah-olah aku ini termasuk kaum fatalis, kaum qadariyah yang semata-mata mengandalkan takdir Tuhan saja. Tapi tidak demikian. Ikhtiarku ada, yaitu selalu mengarahkan kesadaran agar terus menerus ingat kepada-Nya sambil berdoa minta didzikirkan.

Selanjutnya jika selalu ingat Allah, apalagi bisa 24 jam full dzikir (bukan membaca asma Allah doang), maka yang terjadi selanjutnya Dia menuntunku untuk melakukan ibadah dan menjalani kehidupan sehari-hari sesuai kehendak-Nya. Sehingga aku jadi senang ke masjid, tengah malam dibangunkan Allah lalu dengan senang hati tahajud, lalu dengan senang hati shalat fardlu ditambah shalat sunnah, lalu dengan senang hati shaum, dengan senangh hati baca Qur’an. Semua ibadah ritual dilakukan dengan senang hati, tanpa ada paksaan, tanpa ada rasa berat dan malas. Hingga aku bertanya-tanya dalam hati, setan pada kemana ya? Semua ibadah itu bukan karena usahaku, tapi Allahlah yang menggerakkan. Aku hanya wayang.

Jika ingat Dia terus menerus, maka dituntunNya aku, sehingga dengan senang hati aku bekerja, menjemput rizki-Nya, bermuammalah, bergaul dengan sesama manusia, kuliah mencari ilmu, mengajak ke arah kebaikan, makan minum menguatkan badan, memotivasi orang, berakhlaqul karimah, terus menebar manfaat, berkarya untuk membangun peradaban manusia.

Itu semua Dia yang menggerakkan. Aku hanya bersedia saja untuk dialiri gerak-Nya. Dia Maha Sibuk. Ketika aku menggantungkan diriku pada-Nya maka aku dibuat ikut sibuk sepanjang hari. Ketika aku protes, capek, maka Dia berikan rasa malas padaku. Sehingga aku tidak mau protes lagi.

Jika sadar penuh ke Allah, maka harusnya tidak ada rasa sombong, rasa bisa ibadah karena usaha sendiri. Jika itu masih ada, maka belum bisa dikatakan sudah ke Allah. Jadi kisah seorang abid yang ibadah selama 70 tahun istiqomah, protes ke Allah karena alasan dia dimasukkan ke surga karena rahmat Allah bukan karena ibadahnya, tidak akan terjadi. Karena jika dia menyadari bahwa sebenarnya kita ini hanya diam saja. Kita tidak akan bisa bergerak jika Dia tidak menggerakkan kita. Laa haula walaa quwwata illa billahi. Tidak ada daya dan upaya kecuali dari Allah.

Sekali lagi ikhtiar kita adalah dengan selalu berusaha mengarahkan kesadaran penuh hanya kepada-Nya. Dan ini dilatih dengan shalat khusyu, dengan cara patrap (latihan menghadap). Terus lakukan jangan pernah putus asa. Usaha kita di sini. Meskipun kadang Allah seolah tidak menyambut kita, tapi jangan pernah menyerah. Kita sedang diuji kesungguhan hati kita. Teruslah berusaha hingga Dia berkenan men-dzikir-kan kita, sehingga bisa ingat Dia terus. Berdoalah gar tidak sedetikpun lupa pada-Nya.

Sedetik saja kita lupa, maka “akan Aku kirim setan ke dadamu, yang akan menuntunmu menjauh dari-Ku.” Ancaman-Nya tidak main-main. Maka ketika aku lupa pada-Nya, walau hanya sebentar, maka yang muncul ada rasa malas, enggan, capek, berat, dan seterusnya dalam menjalankan perintah-Nya. Lalu ada rasa mudah marah, sedih, gelisah, mudah kecewa jika tidak sesuai keinginan.

“Sesungguhnya Aku tidak pernah dholim pada hamba-Ku.”. Yang bikin sedih, kecewa, gelisah, marah, itu adalah ulah kita sendiri. Sesungguhnya saat itu kita sedang ‘diusir’ oleh Allah.

Kuantitas Or Kualitas ?

Barusan dibangunkan Allah jam 03.00. Tiba-tiba saja ketika sedang wudhu, aku dapat pemahaman tentang keutamaan dzikir, sadar penuh. Sekarang aku tahu salah satu alasan kenapa jalanku menuju Tuhan sangat mudah. Kuncinya adalah di dzikir, sadar penuh.

Dalam hal ritual, ibadahku biasa saja. Shalat 5 waktu, qabliyah dan ba’diyah, tahajud meski hanya 2 rakaat, tapi tidak pernah kutinggalkan. Kadang2 shaum Senin-Kamis. Aku tidak punya amalan wirid 5000 kali seperti yang dilakukan orang-orang. Tapi setiap kali mau tidur aku selalu berusaha ‘nyambung’ ke Allah.

Ada seorang teman yang ingin melihat amalanku sehari-hari. Aku bilang ; “ Kamu tidak akan menemukan amalanku yang dahsyat, semua amalanku standard aja.”
“Masa’ sih. Tapi aku lihat kamu beda. Kalau diskusi sama kamu, dalem banget kajiannya tentang Allah.”

Amalanku biasa saja, tapi Allah memberi hasil nyata dalam kehidupan sehari-hari. Kuncinya adalah di kesadaran penuh. Meskipun tahajudku hanya 2 rakaat, tapi ketika shalat tahajud itu aku berusaha mengarahkan kesadaaranku penuh menghadap pada-Nya, selalu berusaha khusyu’ di setiap shalat meski tidak selalu berhasil.

Beberapa orang melakukan banyak ritual ibadah, tapi kesadarannya tidak penuh ke Allah. Sebagian ingat Allah, sebagian lagi ingat kerjaan, ingat pasangan, ingat anak, ingat kehidupan sehari-hari. Mereka menekankan kuantitas, sedangkan aku menekankan kualitas. Ibadahku biasa saja, tidak banyak, tapi aku selalu berusaha sadar penuh ke Tuhan setiap waktu. Baik ketika makan, tidur, berjalan, di angkot, di kampus, di kost an, di masjid, lagi kuliah, lagi ngobrol, lagi kerja, lagi nonton teve, aku selalu berusaha mengarahkan kesadaran kepada-Nya. Berusaha ingat Allah 24 jam. Dengan demikian tidurpun bisa dianggap ibadah, makan pun juga dianggap ibadah dan seterusnya. Sementara beberapa orang meski melakukan ritual ibadah, tapi ingatannya ke Allah hanya sebentar. Masih didominasi oleh ingatan ke yang lain. Jadi jangan iri jika jalanku menuju Tuhan sangat mudah. Seperti jalan tol.

Dan itu semua bukan karena ibadahku, bukan karena usahaku. Semua itu semata-mata kehendak Allah saja. Aku hanya bersedia untuk digunakan oleh-Nya. Aku bersedia pikiranku, tubuhku, hatiku dialiri oleh-Nya. Hingga akhirnya aku bisa ingat Dia all the time, bisa semangat 45 dalam beribadah ritual, bisa full energi dalam bekerja dan kuliah dalam rangka mengemban amanat-Nya menjadi Khalifah untuk membangun peradaban. Aku bukan malaikat yang setiap hari harus ibadah ritual. Aku manusia biasa. Tidak akan kau temukan hal yang istimewa pada diriku.

Setiap kali ada setitik rasa sombong dalam diriku, maka Allah menegurku dengan menghalangiku untuk ‘nyambung’ pada-Nya. Terasa ‘garing’ dan sangat sulit untuk ingat Dia terus. Setiap kali aku lupa pada-Nya walau hanya sedetik, maka dikirim-Nya setan dalam dadaku sehingga aku jadi malas, aku mudah marah, mudah tersinggung, kecewa, sakit hati. Itulah cara Allah mengajariku untuk selalu dzikir, mengarahkan kesadaran penuh kepada-Nya.

Bisa ingat terus ke Allah al the time juga bukan karena usahaku. Yang kulakukan hanyalah minta pada-Nya agar di dzikirkan.

Kamis, 14 September 2006

Kearifan Itu

Sekian lama aku dilanda kegalauan. Kenapa aku mulai merasa paling benar sendiri dengan adanya olah spiritual ini. Kupikir ini adalah jalan yang paling mudah dan paling cepat menuju Tuhan. Sehingga ini adalah jalan yang paling benar. Aku tidak suka punya pikiran seperti ini. Mana kearifan itu? Bukankah puncak orang berspiritual adalah kearifan?
Karena Allah Maha Arif, maka seharusnya sifat itu juga diturunkan. Maka akupun berdoa, meminta padaNya agar diberi kearifan itu.

Allah menjawab doaku. Malam ini di tengah pengajian yang membludak, kudapatkan itu. Sewaktu aku memposisikan diri sebagai gelas kosong. Allah memberiku pemahaman tentang kearifan.

Allah mengajarkan padaku bahwa banyak jalan menuju Tuhan. Masing-masing jalan spesifik, cocok dengan beberapa orang tertentu. Tiap orang berbeda. Ada yang cocok dengan Aa Gym, Arifin Ilham, UJ, Ary Ginanjar, NU, Muhammadiyah, Persis, Ikhwanul Muslimin, Hizbut Tahrir, MMI, FPI, dst. Masing-masing punya spesifikasi. Cara Allah mengenalkan diriNya berbeda-beda, sesuai dengan kondisi dan watak seseorang. Karena tiap manusia diciptakan unik. Tidak ada yang sama.

Ada yang melalui aliran garis keras dulu, baru kemudian Allah menuntunnya ke arah yang lebih bijak. Ada yang muter-muter dulu, baru ketemu Allah. Macam-macam jalan. Sah-sah saja selama menuju ke Tuhan.

Jalan menuju Tuhan melalui cara olah spiritual atau latihan sambung rasa dengan Tuhan, bagiku memang cara yang sangat mudah dan sangat cepat. Hampir tak ada rintangan berarti. Seperti jalan tol.

Tapi cara ini tidak semua orang cocok. Bagi sebagian orang cara ini belum bisa diterima, justru karena saking mudahnya. Kebanyakan orang berpendapat bahwa makin sulit jalannya, maka hasilnya makin luar biasa. Kalau caranya mudah, pasti hasilnya instan, ngga dalem. Ecek-ecek. Padahal berdasarkan pengalamanku, itu tidak benar. Tapi ya itu tadi, Allah mengajarkan padaku bahwa tiap manusia berbeda. Sehingga aku tidak boleh memaksakan kehendak.

Aku tidak boleh merasa paling benar, agar aku tidak gampang menyalahkan orang lain. Tapi aku harus merasa jalanku benar, agar aku mantap dalam melangkah.

Gelas Kosong

Kemarin temanku cerita tentang bahwa kita bisa berguru kepada Allah dengan cara nyambung dulu ke Allah, lalu memposisikan diri sebagai botol kosong. Dan kemudian biarkan Allah mengisinya dengan ilmu-ilmu yang sangat banyak. Benar-benar berguru pada Allah. Tidak melalui buku-buku literatur. Ilmu ladunni. Langsung dari Allah!

Guruku di Banyuwangi yang sangat tawadlu' (yang pertama kali mengajarkan cara nyambung jke Allah) juga mengatakan, bahwa jika ingin mendapat ilmu dari Allah, maka caranya : masukkan semua buku-buku ke dalam lemari. Lalu dikunci. Kuncinya buang ke laut. Sehingga di hadapan Allah, kita ngga membawa ilmu apapun. Benar-benar nol. Seperti kertas kosong, yang siap ditulisi olehNya. Ekstrem banget ya? Banyak orang yang tidak setuju dengan hal ini. Tapi aku ingin membuktikannya sendiri.

Malam ini di tengah acara pengajian umum, aku coba. Di acara majlis ilmu seperti inilah, energi ruhani begitu kuat, sehingga sangat mudah nyambung ke Allah. Meski aku tidak tahu caranya, aku ngawur saja, aku coba memposisikan diri sebagai gelas kosong. Entah kenapa aku menyebut gelas kosong, bukan botol kosong. Mungkin karena ada buku bagus judulnya ‘Setengah Isi Setengah Kosong”.

Selama ini entah darimana datangnya aku punya pikiran begini, bahwa alangkah lebih baiknya jika gelas itu kosong. Sehingga ketika diisi dengan air, maka akan banyak air yang masuk. Tapi jika ada isinya, maka air itu akan tumpah.

Maka aku posisikan diriku, nol. Kosong. Gelas kosong, siap diisi ilmuNya. Sementara aku terus menjaga kesadaranku tetap ‘nyambung’ ke Allah. Hasilnya? Luar biasa, aku diberiNya banyak pemahaman malam itu. Derr..! Derr...! Ada sekitar 5 atau 6 pemahaman tanpa melalui buku literatur, tanpa melalui ceramah ustad. Paham begitu saja.

Pertama tentang kearifan. Bahwa begitu banyak jalan menuju Tuhan sehingga tidak seharusnya kita sesama muslim saling menyalahkan.

Kedua tentang Allah menurunkan Rahman RahimNya melalui kasih sayang seorang ibu kepada anaknya.

Ketiga tentang Allahlah yang menggenggam segala urusan mahklukNya. Dia mengurus mereka, per individu, setiap saat, tanpa berhenti.

Keempat tentang Allahlah sumber penggerak. Bahwa ada banyak gerak, tapi satu sumber yang menggerakkan. Allah.

Kelima tentang bagaimana seharusnya menjadi seorang muslim yang baik, yang mengemban amanah sebagai khalifah di bumi. Bukan hanya sibuk ibadah ritual, tapi meninggalkan kewajibannya di dunia. Begitupun sebaliknya. Proposional seperti apa yang diharapkan Allah.

Keenam tentang syahadat. Bahwa kita bersyahadat minimal 9 kali setiap hari, melalui bacaan ketika duduk tasyahud sewaktu shalat. Itu cara Allah memurnikan kembali syahadat kita, setelah berulangkali kita langgar.