Aku sms ke iparku:
“Kok aku disuruh ke Depok ya? Sabtu ada di rumah?”
Iparku ngga langsung balas. Aku bingung jangan-jangan dia kira aku disuruh kakakku. Padahal ngga. Aku hanya mengikuti dorongan hati. Seperti ada yang menyuruh ke Depok. Seminggu yang lalu sudah ada dorongan seperti ini, tapi tidak kulakukan karena dorongan itu tidak begitu kuat. Sampai akhirnya dia telpon barusan:
“Kamu disuruh siapa? Dan disuruh ngapain?”
Aku bilang dengan naifnya, aku disuruh Allah hehe.. Ini nih jeleknya aku. Kata-kata kayak gini nih yang bikin orang menuduhku sesat dan menuduhku mengaku-ngaku wali. Astaghfirullahal adzim.
Aku ralat, aku bilang ada dorongan di hati yang sangat kuat untuk ke Depok. Aku ngga tahu ada masalah apa dan harus ngapain di sana.
“Kenapa harus ke Depok?”
“Ya, karena sepertinya kamu butuh aku hehe..”
“Ha????”
Ternyata benar! Dia sedang sangat butuh aku saat itu, hanya saja dia ngga berani bilang ke aku karena takut mengganggu. Kok bisa kebetulan begini ya? Apakah ini yang dikatakan orang telepati itu?
Rabu, 29 November 2006
Sabtu, 25 November 2006
Siapa Penguasa Sesungguhnya?
“inna sholati wa nusuki wa makhiyaya wa mamaati lillahi robbil ‘alamin” Sesungguhnya sholatku, ibadahku, hidup dan matiku, hanya untuk Allah rabb semesta alam.
Aku baru paham tentang kalimat di atas.
Suatu ketika pernah ada teman menegurku. Kamu harus begini harus begitu. Jangan begini jangan begitu. Kamu harus menjaga dirimu dengan dalil-dalil agar tidak dianggap sesat.
Dan apa yang dia katakan memang benar. Aku menyampaikan apa yang kualami selama berspiritual, mengikuti dorongan hati, ternyata ada orang yang menganggapku sesat. Meski hanya segelintir orang , terutama yang imannya hanya tergantung dalil. Selama ada dalil, maka akan percaya. Tapi jika tidak ada dalil, maka dianggap sesat dan bid’ah.
It’s ok, orang seperti ini bagus, penuh kehati-hatian, sehingga Insya Allah tidak akan sesat. Tapi bukan berarti dia berhak menilai aku sesat, hanya karena aku dan dia tidak tahu dalilnya. Aku mengalami perjalanan spiritual dulu, sedangkan dalilnya menyusul kemudian.
Anyway, kembali ke apa yang dikatakan temanku. Kok aku ngga merasa begitu ya? Kok aku ngga merasa harus begini harus begitu. Yang kurasakan aku sudah tidak punya kendali atas diriku. Aku tak bisa menyuruh diriku harus begini atau harus begitu. Aku hanya pengamat atas diriku. Aku hanya sebuah kesadaran. Seolah ada yang mengendalikanku. Itu terjadi karena aku selalu ikut dorongan hati nurani. Tidak berpikir panjang. Jika aku olah dulu di pikiranku, maka pasti banyak pertimbangan.
Aku mulai menyadari bahwa ada 2 penguasa atas tubuh kita. Yang pertama adalah diri kita sendiri. Yang kedua adalah Allah, tuhan semesta alam, yang menciptakan kita. DIA lah penguasa sesungguhnya. Sedangkan kita hanya penguasa sementara yang diberi mandat oleh Allah. Sebagian besar manusia berkuasa atas tubuhnya, hatinya, pikirannya. Bahkan berkuasa atas hidupnya. Dia bisa mengendalikan hidupnya sesuai dengan keinginannya, dan Allah menyetujui. Tapi kadang apa yang dia inginkan tidak menjadi kenyataan. Itu adalah saat dimana Dia menunjukkan bahwa Dialah penguasa sesungguhnya.
Contohnya begini, kita bisa menggerakkan tangan kita semau kita. Kita tuhan atas tangan kita. Tapi adakalanya Allah mengingatkan bahwa DIA lah penguasa sesungguhnya akan tangan kita dengan cara misalkan tangan kita dibikin lumpuh, tidak bisa kita gerakkan.
Nah, sekarang yang kualami adalah ketika aku sedang menapaki jalanNya, aku merasa sama sekali tidak berhak atas diriku. Allah berkuasa penuh atas diriku. Itu terjadi ketika aku mulai menyerahkan tubuhku, pikiranku, hatiku padaNya. Allah mendominasi diriku jika aku mengecil, mengurangi peranku, menyerahkan kembali kekuasaanku atas tubuh ini kepadaNya. Tapi jika aku mendominasi diriku, maka itu tidak terjadi. Karena telah kuserahkan semua padaNya.
Ya, itulah pemahaman yang kuperoleh dari doa:
Sesungguhnya sholatku, ibadahku, hidup dan matiku, hanyalah untuk Allah.
Aku baru paham tentang kalimat di atas.
Suatu ketika pernah ada teman menegurku. Kamu harus begini harus begitu. Jangan begini jangan begitu. Kamu harus menjaga dirimu dengan dalil-dalil agar tidak dianggap sesat.
Dan apa yang dia katakan memang benar. Aku menyampaikan apa yang kualami selama berspiritual, mengikuti dorongan hati, ternyata ada orang yang menganggapku sesat. Meski hanya segelintir orang , terutama yang imannya hanya tergantung dalil. Selama ada dalil, maka akan percaya. Tapi jika tidak ada dalil, maka dianggap sesat dan bid’ah.
It’s ok, orang seperti ini bagus, penuh kehati-hatian, sehingga Insya Allah tidak akan sesat. Tapi bukan berarti dia berhak menilai aku sesat, hanya karena aku dan dia tidak tahu dalilnya. Aku mengalami perjalanan spiritual dulu, sedangkan dalilnya menyusul kemudian.
Anyway, kembali ke apa yang dikatakan temanku. Kok aku ngga merasa begitu ya? Kok aku ngga merasa harus begini harus begitu. Yang kurasakan aku sudah tidak punya kendali atas diriku. Aku tak bisa menyuruh diriku harus begini atau harus begitu. Aku hanya pengamat atas diriku. Aku hanya sebuah kesadaran. Seolah ada yang mengendalikanku. Itu terjadi karena aku selalu ikut dorongan hati nurani. Tidak berpikir panjang. Jika aku olah dulu di pikiranku, maka pasti banyak pertimbangan.
Aku mulai menyadari bahwa ada 2 penguasa atas tubuh kita. Yang pertama adalah diri kita sendiri. Yang kedua adalah Allah, tuhan semesta alam, yang menciptakan kita. DIA lah penguasa sesungguhnya. Sedangkan kita hanya penguasa sementara yang diberi mandat oleh Allah. Sebagian besar manusia berkuasa atas tubuhnya, hatinya, pikirannya. Bahkan berkuasa atas hidupnya. Dia bisa mengendalikan hidupnya sesuai dengan keinginannya, dan Allah menyetujui. Tapi kadang apa yang dia inginkan tidak menjadi kenyataan. Itu adalah saat dimana Dia menunjukkan bahwa Dialah penguasa sesungguhnya.
Contohnya begini, kita bisa menggerakkan tangan kita semau kita. Kita tuhan atas tangan kita. Tapi adakalanya Allah mengingatkan bahwa DIA lah penguasa sesungguhnya akan tangan kita dengan cara misalkan tangan kita dibikin lumpuh, tidak bisa kita gerakkan.
Nah, sekarang yang kualami adalah ketika aku sedang menapaki jalanNya, aku merasa sama sekali tidak berhak atas diriku. Allah berkuasa penuh atas diriku. Itu terjadi ketika aku mulai menyerahkan tubuhku, pikiranku, hatiku padaNya. Allah mendominasi diriku jika aku mengecil, mengurangi peranku, menyerahkan kembali kekuasaanku atas tubuh ini kepadaNya. Tapi jika aku mendominasi diriku, maka itu tidak terjadi. Karena telah kuserahkan semua padaNya.
Ya, itulah pemahaman yang kuperoleh dari doa:
Sesungguhnya sholatku, ibadahku, hidup dan matiku, hanyalah untuk Allah.
Jumat, 24 November 2006
Hilangkan Keinginan, Jadilah KehendakNya
Perjalanan spiritual kita akan sangat cepat jika kita tahu kuncinya : HILANGKAN KEINGINAN. Ada 2 cara untuk menghilangkan keinginan. Pertama dengan obat atau pil pahit, cara Allah melatih kita menghilangkan keinginan kita. Dipaksa dengan keadaan, dihadapkan dengan kenyataan yang pahit, yang tidak sesuai dengan keinginan kita (seperti yang sudah kutulis sebelumnya).
Yang kedua dengan pil yang tidak terasa pahit. Kita tidak dipaksa keadaan, tapi kita dengan sukarela melatih menghilangkan keinginan. Ini semua atas kemauan sendiri. Misalkan setiap kali muncul keinginan duniawi, maka tidak dituruti. Begitu terus.
Mungkin banyak yang tidak setuju, masa orang disuruh ngga punya keinginan. Akhirnya dia nanti tidak berbuat apa-apa dong. Jika dia seorang spiritualis, maka ketika dia menghilangkan keinginan, maka yang terjadi adalah bukan tidak berbuat apa-apa. Tapi dia melatih kepekaan dalam diri, mengenali keinginan Allah. Hingga akhirnya dia bisa MENYELARASKAN keinginan diri dengan keinginan Allah.
Nah, disinilah kita bisa ikuti dorongan hati. Karena di situlah Allah memberitahu kita apa yang Dia perintahkan, apa yang Dia inginkan. Di sinilah kita akan menjadi rahmatan lilalamin. Kita berbuat baik bukan karena ingin mendapat balasan dari orang itu. Tapi memang ada dorongan di hati ingin melakukan itu. Kita beribadah bukan semata-mata karena ingin dilihat orang, tapi karena ada dorongan di hati ingin melakukan itu. Kita 'menjadi kehendakNya.'
Yang kedua dengan pil yang tidak terasa pahit. Kita tidak dipaksa keadaan, tapi kita dengan sukarela melatih menghilangkan keinginan. Ini semua atas kemauan sendiri. Misalkan setiap kali muncul keinginan duniawi, maka tidak dituruti. Begitu terus.
Mungkin banyak yang tidak setuju, masa orang disuruh ngga punya keinginan. Akhirnya dia nanti tidak berbuat apa-apa dong. Jika dia seorang spiritualis, maka ketika dia menghilangkan keinginan, maka yang terjadi adalah bukan tidak berbuat apa-apa. Tapi dia melatih kepekaan dalam diri, mengenali keinginan Allah. Hingga akhirnya dia bisa MENYELARASKAN keinginan diri dengan keinginan Allah.
Nah, disinilah kita bisa ikuti dorongan hati. Karena di situlah Allah memberitahu kita apa yang Dia perintahkan, apa yang Dia inginkan. Di sinilah kita akan menjadi rahmatan lilalamin. Kita berbuat baik bukan karena ingin mendapat balasan dari orang itu. Tapi memang ada dorongan di hati ingin melakukan itu. Kita beribadah bukan semata-mata karena ingin dilihat orang, tapi karena ada dorongan di hati ingin melakukan itu. Kita 'menjadi kehendakNya.'
Kamis, 23 November 2006
Mana Yang Lebih Dicintai Allah?
Orang yang berada di lingkungan yang baik, tidak banyak godaan. Dia sangat mudah berbuat baik dan mudah taat pada Allah karena didukung oleh lingkungan yang kondusif. Orang yang seperti ini dicintai Allah. Dia akan dibimbing menuju jalanNya. Allah memberinya ujian, godaan sedikit demi sedikit untuk menaikkan imannya.
Orang yang berada di lingkungan yang buruk, tapi berhasil menolak semua godaan sehingga dia juga bisa berbuat baik dan taat kepada Allah. Orang yang seperti ini lebih dicintai Allah. Dia tidak hanya dibimbing, tapi dia juga dikejar, ditarik mendekat kepada Nya. Karena dia sudah teruji keimanannya.
Tapi itu juga belum tentu. Tergantung bagaimana perjalanan selanjutnya. Yang jelas Allah akan melihat bagaimana kesungguhan keduanya untuk menapaki jalan Tuhan ini, baik ketika dia berada di lingkungan yang baik maupun di lingkungan yang buruk.
Aku memilih berada di lingkungan yang baik saja. Sebab imanku masih lemah. Masih mudah terpengaruh oleh lingkungan orang-orang di sekitarku. Tapi aku juga harus siap jika suatu saat nanti Allah berkehendak meletakkanku di lingkungan yang tidak kondusif.
Jadi kita harus terus menerus memupuk iman kita, menyirami dan merawatnya dengan baik. Agar tumbuh dengan subur dan akarnya menghujam kuat. Karena iman itu karunia Allah yang tidak ternilai harganya.
Orang yang berada di lingkungan yang buruk, tapi berhasil menolak semua godaan sehingga dia juga bisa berbuat baik dan taat kepada Allah. Orang yang seperti ini lebih dicintai Allah. Dia tidak hanya dibimbing, tapi dia juga dikejar, ditarik mendekat kepada Nya. Karena dia sudah teruji keimanannya.
Tapi itu juga belum tentu. Tergantung bagaimana perjalanan selanjutnya. Yang jelas Allah akan melihat bagaimana kesungguhan keduanya untuk menapaki jalan Tuhan ini, baik ketika dia berada di lingkungan yang baik maupun di lingkungan yang buruk.
Aku memilih berada di lingkungan yang baik saja. Sebab imanku masih lemah. Masih mudah terpengaruh oleh lingkungan orang-orang di sekitarku. Tapi aku juga harus siap jika suatu saat nanti Allah berkehendak meletakkanku di lingkungan yang tidak kondusif.
Jadi kita harus terus menerus memupuk iman kita, menyirami dan merawatnya dengan baik. Agar tumbuh dengan subur dan akarnya menghujam kuat. Karena iman itu karunia Allah yang tidak ternilai harganya.
Rabu, 22 November 2006
Cinta Mempercepat Proses Transfer Ilmu
Aku dapat pemahaman begini:
Dalam dunia spiritual, jika kita mencintai guru kita, maka proses transfer ilmu dari guru ke murid akan berlangsung dengan cepat. Tapi jika kita membenci guru maka proses transfer ilmu akan terhambat.
Tentu saja cinta yang kumaksud bukan cinta nafsu. Ini cinta hikmat kepatuhan seorang murid kepada guru. Jika ingin cepat mendapatkan ilmu, maka cintailah guru. Nah ketika kita mencintai Allah, Guru kita, maka otomatis proses transfer ilmu akan berjalan cepat. Tiba-tiba saja kita paham sesuatu. Tiba-tiba saja kita jadi pandai dalam suatu bidang ilmu tertentu. Orang bilang itu ilmu ladunni.
Ketika kita berguru kepada Allah, maka itu artinya siapapun bisa jadi media Allah untuk mengajari kita. Jika kita mencintai semua manusia, maka kita ini ibarat spons yang dapat menyerap ilmu hikmah dari siapa saja yang kita temui, dari setiap kejadian atau perbuatan orang terhadap kita.
Dalam dunia spiritual, jika kita mencintai guru kita, maka proses transfer ilmu dari guru ke murid akan berlangsung dengan cepat. Tapi jika kita membenci guru maka proses transfer ilmu akan terhambat.
Tentu saja cinta yang kumaksud bukan cinta nafsu. Ini cinta hikmat kepatuhan seorang murid kepada guru. Jika ingin cepat mendapatkan ilmu, maka cintailah guru. Nah ketika kita mencintai Allah, Guru kita, maka otomatis proses transfer ilmu akan berjalan cepat. Tiba-tiba saja kita paham sesuatu. Tiba-tiba saja kita jadi pandai dalam suatu bidang ilmu tertentu. Orang bilang itu ilmu ladunni.
Ketika kita berguru kepada Allah, maka itu artinya siapapun bisa jadi media Allah untuk mengajari kita. Jika kita mencintai semua manusia, maka kita ini ibarat spons yang dapat menyerap ilmu hikmah dari siapa saja yang kita temui, dari setiap kejadian atau perbuatan orang terhadap kita.
Selasa, 21 November 2006
Pil Pahit
Setelah aku amati perjalanan spiritualku, aku mulai menyadari begini:
Di awal perjalanan spiritual aku merasakan manisnya nikmat iman dan merasakan indahnya hidup dekat dengan Allah. Segalanya begitu indah. Yang ada hanya kedamaian, ketenangan, dan kebahagiaan. Tidak merasa sedih dan takut dalam hal duniawi. Semua lewat. Yang bikin sedih hanya ketika jauh dari Allah dan yang ditakuti hanya Allah.
Apapun yang diinginkan, semua dikabulkan oleh Allah. Minta apa saja Dia berikan. Benar-benar surga itu di sini, sekarang, saat ini. Namun anehnya, justru pada saat seperti itu aku jadi jarang meminta karena sibuk mensyukuri semua pemberianNya. Tapi itu bukan berarti sudah tidak ada keinginan duniawi di hatiku. Masih ada.
Tahap berikutnya adalah tiba-tiba semua keinginanku ditolak! Tidak satupun yang Dia kabulkan. Hingga aku suudzon, protes, desperate. Ya, aku memang manusia biasa. Bayangkan setelah sebelumnya dimanja, semua Dia berikan, kemudian tiba-tiba tidak satupun yang Dia kabulkan. Sangat menyakitkan hati, sangat bikin kecewa. Mungkin itu untuk menguji kesabaran dan kesungguhanku. Apakah aku akan terus berjalan menujuNya atau berhenti.
Selain itu Allah sedang mendidikku untuk menghilangkan keinginan duniawi. Allah memberikan PIL PAHIT untuk kesembuhanku, bukan minuman yang justru memperparah penyakit ku. Semua keinginanku ditolak! Tapi ternyata dengan begitu, aku jadi bisa membedakan mana keinginanku dan mana keinginan Dia. Keinginanku adalah apa yang aku harapkan. Sedang keinginan Allah adalah kenyataan yang terjadi.
Aku terus menerus dibenturkan dengan ketidaksesuaian antara kenyataan dengan apa yang kuharapkan. Aku sering protes dan akhirnya selalu kecewa. Itu sangat tidak mengenakkan hati. Akhirnya aku berusaha menerima semuanya. Lama kelamaan tanpa kusadari aku mulai mengabaikan keinginanku. Aku lebih memprioritaskan keinginanNya. Dan hasilnya adalah aku bisa menerima semua kenyataan yang terjadi. Tapi tentu saja kadang-kadang masih ada protesnya.
Kalau aku sudah tidak protes lagi, sudah bisa menerima apapun yang terjadi, maka pada saat itu sebenarnya aku sedang dalam proses menghilangkan keinginan. Sehingga yang ada adalah keinginan Allah. Orang bilang itu namanya PASRAH. Tapi bagi beberapa orang itu diartikan negatif. Jadi mungkin kata yang tepat adalah BERSERAH DIRI.
Kalau sudah bisa mengabaikan keinginan diri, maka yang dominan adalah keinginan Allah. DIA taruh kehendaknya di dalam hati. Sampai pada akhirnya keinginan Allah adalah keinginan kita juga. Dan tidak ada lagi pertentangan batin. Semuanya mengalir seperti air. Namun proses menuju hal itu ternyata sangat berat dan sangat sulit. Ntahlah apa aku bisa melaluinya. Aku hanya bisa berdoa pada Allah agar aku dituntun bisa melewati semua ini.
Mungkin para spiritualis pernah mengalami seperti aku. Tiba-tiba semua kesenangan dunia Dia ambil. Sampai-sampai aku tidak punya apapun. Seringkali aku mengalami tak punya uang sepeserpun! Bahkan kadang-kadang aku tidak makan karena tidak punya uang untuk beli. Bahkan aku harus bolos kuliah karena tidak punya ongkos untuk naik angkot. Ketika kutanyakan pada teman-temanku yang juga berspiritual, ternyata mereka mengalami hal yang sama. Tapi ada beberapa orang yang tidak mengalami hal ini.
Kisah-kisah para sufi yang hidup dalam kekurangan, bisa kurasakan. Sangat sengsara, hidup penuh keprihatinan. Sementara itu di dalam diri makin kuat perasaan sangat malu untuk meminta. Pantang meminta, tidak mau jadi beban siapapun. Jadilah kesengsaraan ditanggung sendiri tanpa ada orang lain yang tahu.
Ternyata dibalik semua kesengsaraan itu, ada nikmat yang sangat luar biasa. Sulit kukatakan, hanya bisa kurasakan. Dalam kesengsaraan itu, aku merasa makin dekat ke Allah. Dan pelan-pelan mulai terkikis keinginan duniawi. Dulu kebahagiaan itu datang jika punya uang banyak. Kini ternyata kebahagiaan itu tetap Dia berikan meskipun tidak punya uang.
Dan tahu ngga, justru ketika aku sudah tidak punya keinginan akan duniawi, anehnya sekarang justru semuanya datang begitu saja. Pas butuh ada! Semula kupikir itu cobaan, ngetes aku apakah aku tergelincir dengan semua kenikmatan duniawi ini. Ternyata selain cobaan, itu juga cara Allah menunjukkan bahwa Dia mencukupi semua kebutuhanku. Kalau di awal dia mengajari zuhud dengan dibikin jadi fakir miskin, tapi setelah itu Dia ajari zuhud dalam keberlimpahan.
Ya, mungkin ini cara Allah mengajariku zuhud, agar tidak menggantungkan kebahagiaan terhadap harta. Allah ingin mengajariku bahwa kaya miskin itu sama saja. Allah tidak memuliakan orang dengan kekayaan dan tidak menghinakan orang dengan kemiskinan.
QS Al Fajr 15-16:
Maka adapun manusia jika Tuhan mengujinya lalu memuliakannya dan memberinya kesenangan, maka dia berkata: Tuhanku memuliakanku.
Namun apabila Tuhan mengujinya alu membatasi rizkinya, maka dia berkata: Tuhanku telah menghinakanku.
Di awal perjalanan spiritual aku merasakan manisnya nikmat iman dan merasakan indahnya hidup dekat dengan Allah. Segalanya begitu indah. Yang ada hanya kedamaian, ketenangan, dan kebahagiaan. Tidak merasa sedih dan takut dalam hal duniawi. Semua lewat. Yang bikin sedih hanya ketika jauh dari Allah dan yang ditakuti hanya Allah.
Apapun yang diinginkan, semua dikabulkan oleh Allah. Minta apa saja Dia berikan. Benar-benar surga itu di sini, sekarang, saat ini. Namun anehnya, justru pada saat seperti itu aku jadi jarang meminta karena sibuk mensyukuri semua pemberianNya. Tapi itu bukan berarti sudah tidak ada keinginan duniawi di hatiku. Masih ada.
Tahap berikutnya adalah tiba-tiba semua keinginanku ditolak! Tidak satupun yang Dia kabulkan. Hingga aku suudzon, protes, desperate. Ya, aku memang manusia biasa. Bayangkan setelah sebelumnya dimanja, semua Dia berikan, kemudian tiba-tiba tidak satupun yang Dia kabulkan. Sangat menyakitkan hati, sangat bikin kecewa. Mungkin itu untuk menguji kesabaran dan kesungguhanku. Apakah aku akan terus berjalan menujuNya atau berhenti.
Selain itu Allah sedang mendidikku untuk menghilangkan keinginan duniawi. Allah memberikan PIL PAHIT untuk kesembuhanku, bukan minuman yang justru memperparah penyakit ku. Semua keinginanku ditolak! Tapi ternyata dengan begitu, aku jadi bisa membedakan mana keinginanku dan mana keinginan Dia. Keinginanku adalah apa yang aku harapkan. Sedang keinginan Allah adalah kenyataan yang terjadi.
Aku terus menerus dibenturkan dengan ketidaksesuaian antara kenyataan dengan apa yang kuharapkan. Aku sering protes dan akhirnya selalu kecewa. Itu sangat tidak mengenakkan hati. Akhirnya aku berusaha menerima semuanya. Lama kelamaan tanpa kusadari aku mulai mengabaikan keinginanku. Aku lebih memprioritaskan keinginanNya. Dan hasilnya adalah aku bisa menerima semua kenyataan yang terjadi. Tapi tentu saja kadang-kadang masih ada protesnya.
Kalau aku sudah tidak protes lagi, sudah bisa menerima apapun yang terjadi, maka pada saat itu sebenarnya aku sedang dalam proses menghilangkan keinginan. Sehingga yang ada adalah keinginan Allah. Orang bilang itu namanya PASRAH. Tapi bagi beberapa orang itu diartikan negatif. Jadi mungkin kata yang tepat adalah BERSERAH DIRI.
Kalau sudah bisa mengabaikan keinginan diri, maka yang dominan adalah keinginan Allah. DIA taruh kehendaknya di dalam hati. Sampai pada akhirnya keinginan Allah adalah keinginan kita juga. Dan tidak ada lagi pertentangan batin. Semuanya mengalir seperti air. Namun proses menuju hal itu ternyata sangat berat dan sangat sulit. Ntahlah apa aku bisa melaluinya. Aku hanya bisa berdoa pada Allah agar aku dituntun bisa melewati semua ini.
Mungkin para spiritualis pernah mengalami seperti aku. Tiba-tiba semua kesenangan dunia Dia ambil. Sampai-sampai aku tidak punya apapun. Seringkali aku mengalami tak punya uang sepeserpun! Bahkan kadang-kadang aku tidak makan karena tidak punya uang untuk beli. Bahkan aku harus bolos kuliah karena tidak punya ongkos untuk naik angkot. Ketika kutanyakan pada teman-temanku yang juga berspiritual, ternyata mereka mengalami hal yang sama. Tapi ada beberapa orang yang tidak mengalami hal ini.
Kisah-kisah para sufi yang hidup dalam kekurangan, bisa kurasakan. Sangat sengsara, hidup penuh keprihatinan. Sementara itu di dalam diri makin kuat perasaan sangat malu untuk meminta. Pantang meminta, tidak mau jadi beban siapapun. Jadilah kesengsaraan ditanggung sendiri tanpa ada orang lain yang tahu.
Ternyata dibalik semua kesengsaraan itu, ada nikmat yang sangat luar biasa. Sulit kukatakan, hanya bisa kurasakan. Dalam kesengsaraan itu, aku merasa makin dekat ke Allah. Dan pelan-pelan mulai terkikis keinginan duniawi. Dulu kebahagiaan itu datang jika punya uang banyak. Kini ternyata kebahagiaan itu tetap Dia berikan meskipun tidak punya uang.
Dan tahu ngga, justru ketika aku sudah tidak punya keinginan akan duniawi, anehnya sekarang justru semuanya datang begitu saja. Pas butuh ada! Semula kupikir itu cobaan, ngetes aku apakah aku tergelincir dengan semua kenikmatan duniawi ini. Ternyata selain cobaan, itu juga cara Allah menunjukkan bahwa Dia mencukupi semua kebutuhanku. Kalau di awal dia mengajari zuhud dengan dibikin jadi fakir miskin, tapi setelah itu Dia ajari zuhud dalam keberlimpahan.
Ya, mungkin ini cara Allah mengajariku zuhud, agar tidak menggantungkan kebahagiaan terhadap harta. Allah ingin mengajariku bahwa kaya miskin itu sama saja. Allah tidak memuliakan orang dengan kekayaan dan tidak menghinakan orang dengan kemiskinan.
QS Al Fajr 15-16:
Maka adapun manusia jika Tuhan mengujinya lalu memuliakannya dan memberinya kesenangan, maka dia berkata: Tuhanku memuliakanku.
Namun apabila Tuhan mengujinya alu membatasi rizkinya, maka dia berkata: Tuhanku telah menghinakanku.
Ilmu Itu Asalnya dari Allah
“Barangsiapa menyebarluaskan ilmu
dengan anggapan bahwa ilmunya itu adalah hasil jerih payahnya,
maka dia akan dibuat diam oleh perbuatan jeleknya.
Dan barangsiapa menyebarluaskan ilmu
dengan anggapan bahwa ilmunya timbul semata-mata dari karunia Allah yang diberikan pada dirinya,
maka dia tidak akan dibuat diam oleh perbuatan jeleknya.”
dengan anggapan bahwa ilmunya itu adalah hasil jerih payahnya,
maka dia akan dibuat diam oleh perbuatan jeleknya.
Dan barangsiapa menyebarluaskan ilmu
dengan anggapan bahwa ilmunya timbul semata-mata dari karunia Allah yang diberikan pada dirinya,
maka dia tidak akan dibuat diam oleh perbuatan jeleknya.”
Senin, 20 November 2006
Rumput, Matahari, dan Langit
Entah kenapa aku kok sekarang sepertinya jadi memperhatikan rumput terus. Aku dapat pemahaman seolah disuruh meneladani sifat taat rumput. Rumput sangat taat. Dia rela meski diinjak-injak untuk jalan kaki manusia. Dia tidak protes, karena dia tahu bahwa dia memang diciptakan untuk itu. Melindungi kaki manusia yang tidak memakai alas kaki dari kerikil tajam, menyejukkan pandangan mata di taman, menjadi alas untuk permainan olah raga di lapangan, menjadi makanan ternak, bahkan kadang menjadi pengganggu tanaman. Dia tahu apa perannya, dan dia jalani dengan taat, tanpa protes sedikitpun.
Aku juga jadi sangat menyukai matahari. Sejak aku merasakan matahari seolah diciptakan hanya untukku (ge-er banget hehe..), aku jadi sangat menyukai matahari. Dan aku dapat pemahaman tentang matahari. Aku harus meneladani sifat matahari yang selalu menyinari bumi. Matahari selalu memberi dan tidak pernah mengharap kembali. Matahari sangat ikhlas, tanpa pamrih. Aku juga merasakan bahwa dayaku bertambah ketika ada matahari. Semangatku bertambah, daya untuk berbuat sesuatu juga bertambah. Tambah energi, begitulah maksudku.
Satu lagi, langit. Entah sejak kapan kok aku jadi suka banget sama langit. Seolah aku ada ikatan batin dengan langit. Dan setiap kali melihat langit, aku langsung merasakan keluasan. Aku ke Yang Maha Luas tak terbatas. Aku merasa lega. Setiap kali garing, maka aku menatap langit, kukagumi kebesaranNYA, keindahan lukisanNYA. Ya, langit itu seperti kanvas yang dilukis Tuhan. Begitu indah. Itu langit di siang hari.
Berbeda dengan langit di malam hari. Jika melihat langit di malam hari terasa bahwa bumi ini begitu kecil, karena langit itu menunjukkan jagat raya yang begitu besar. Tampak bintang-bintang berkelip, yang jaraknya sangat jauh. Bintang yang kita lihat saat ini bisa jadi bintang 8 juta tahun yang lalu, karena saking jauhnya. Ya langit siang maupun malam hari sangat menakjubkan. Menatapnya berlama-lama, membuatku merasakan kedekatan denganNYA.
Aku juga jadi sangat menyukai matahari. Sejak aku merasakan matahari seolah diciptakan hanya untukku (ge-er banget hehe..), aku jadi sangat menyukai matahari. Dan aku dapat pemahaman tentang matahari. Aku harus meneladani sifat matahari yang selalu menyinari bumi. Matahari selalu memberi dan tidak pernah mengharap kembali. Matahari sangat ikhlas, tanpa pamrih. Aku juga merasakan bahwa dayaku bertambah ketika ada matahari. Semangatku bertambah, daya untuk berbuat sesuatu juga bertambah. Tambah energi, begitulah maksudku.
Satu lagi, langit. Entah sejak kapan kok aku jadi suka banget sama langit. Seolah aku ada ikatan batin dengan langit. Dan setiap kali melihat langit, aku langsung merasakan keluasan. Aku ke Yang Maha Luas tak terbatas. Aku merasa lega. Setiap kali garing, maka aku menatap langit, kukagumi kebesaranNYA, keindahan lukisanNYA. Ya, langit itu seperti kanvas yang dilukis Tuhan. Begitu indah. Itu langit di siang hari.
Berbeda dengan langit di malam hari. Jika melihat langit di malam hari terasa bahwa bumi ini begitu kecil, karena langit itu menunjukkan jagat raya yang begitu besar. Tampak bintang-bintang berkelip, yang jaraknya sangat jauh. Bintang yang kita lihat saat ini bisa jadi bintang 8 juta tahun yang lalu, karena saking jauhnya. Ya langit siang maupun malam hari sangat menakjubkan. Menatapnya berlama-lama, membuatku merasakan kedekatan denganNYA.
Minggu, 19 November 2006
Hilangkan Iri Hati Ini, Ya Allah
Shalat Dhuhur tadi aku curhat ke Allah. Kuadukan semua masalahku padaNYA. Aku menangis tersedu-sedu. Aku bilang bahwa aku iri pada temanku. Bahwa ternyata aku masih punya keinginan.
Ya Allah saya ingin Engkau cabut keinginan ini. Saya ingin lepas dari rasa iri ini. Tolonglah saya ya Allah, karena saya tak bisa menghilangkan iri ini tanpa pertolonganMU. Ya Allah ikhaskan saya. Saya tidak bisa ikhlas tanpa bantuanMU.
Lalu di sela isak tangis, tiba-tiba kurasakan pelan-pelan rasa iri itu dicabut dari hatiku. Lho kok aku sudah tidak merasakan iri lagi? Plong rasanya. Aku sudah bisa menerima semua karunia yang diberikan pada temanku. Aku sudah tidak iri lagi. Semua terserah Allah. Allah punya kehendak, dan Allah punya rencana yang terbaik.
Maghrib tadi, aku memohon ampunanNYA. Aku merasa sangat tidak tahu diri di hadapanNYA, karena telah berani meminta diperlakukan lebih. Padahal aku bukan siapa-siapa. Aku adalah hambaNYA yang berada dalam genggamanNYA. Tidak lebih. Terserah Allah mau berkehendak apa. Dia Maha Bijaksana. Dia tahu yang terbaik.
Perasaan malu ini, perasaan tidak tahu diri ini, begitu kuat. Aku menangis tersedu-sedu dalam shalat magribku. Aku mohon ampun, karena minta diperlakukan lebih.
Allah mau menyambutku itu saja sudah sangat berlebih bagiku yang hina ini. Betapa tidak tahu dirinya aku. Aku sudah diberi fasilitas dimudahkan dekat dengan Allah, setahun belakangan ini. Itu sudah sangat berlebih untukku. Kok aku masih menuntut diperlakukan lebih. Ampuni saya, ya Allah.
Pesan untuk diriku :
Jangan punya keinginan. Keinginan membuatku menuntut lebih dari yang seharusnya kuterima. Dan itu membuatku sengsara.
Ya Allah saya ingin Engkau cabut keinginan ini. Saya ingin lepas dari rasa iri ini. Tolonglah saya ya Allah, karena saya tak bisa menghilangkan iri ini tanpa pertolonganMU. Ya Allah ikhaskan saya. Saya tidak bisa ikhlas tanpa bantuanMU.
Lalu di sela isak tangis, tiba-tiba kurasakan pelan-pelan rasa iri itu dicabut dari hatiku. Lho kok aku sudah tidak merasakan iri lagi? Plong rasanya. Aku sudah bisa menerima semua karunia yang diberikan pada temanku. Aku sudah tidak iri lagi. Semua terserah Allah. Allah punya kehendak, dan Allah punya rencana yang terbaik.
Maghrib tadi, aku memohon ampunanNYA. Aku merasa sangat tidak tahu diri di hadapanNYA, karena telah berani meminta diperlakukan lebih. Padahal aku bukan siapa-siapa. Aku adalah hambaNYA yang berada dalam genggamanNYA. Tidak lebih. Terserah Allah mau berkehendak apa. Dia Maha Bijaksana. Dia tahu yang terbaik.
Perasaan malu ini, perasaan tidak tahu diri ini, begitu kuat. Aku menangis tersedu-sedu dalam shalat magribku. Aku mohon ampun, karena minta diperlakukan lebih.
Allah mau menyambutku itu saja sudah sangat berlebih bagiku yang hina ini. Betapa tidak tahu dirinya aku. Aku sudah diberi fasilitas dimudahkan dekat dengan Allah, setahun belakangan ini. Itu sudah sangat berlebih untukku. Kok aku masih menuntut diperlakukan lebih. Ampuni saya, ya Allah.
Pesan untuk diriku :
Jangan punya keinginan. Keinginan membuatku menuntut lebih dari yang seharusnya kuterima. Dan itu membuatku sengsara.
Kamis, 16 November 2006
Tunjukkan Ketaatanmu di hadapan-NYA
Shalat maghrib barusan aku menangis sejadi-jadinya. Aku sedih, sangat sedih. Kenapa aku masih suka protes? Sejauh ini aku melangkah dituntun Allah untuk lebih mengenalNYA, tahu apa kehendakNYA, tahu betapa baiknya DIA. Tapi kenapa masih juga protes?
Aku menangis, memohon padaNYA agar jangan lagi ada protes. Ya Allah, cukuplah ini protesku yang terakhir. Jadikan aku hambaMU yang paling taat di dunia.
Di hadapanNYA, kita harus taat, patuh padaNYA. Seperti taatnya rumput. Rumput rela diinjak-injak, karena itu memang salah satu perannya. Melindungi kaki manusia dari kerikil tajam dari tanah yang keras dan berbatu cadas.
Aku menangis, memohon padaNYA agar jangan lagi ada protes. Ya Allah, cukuplah ini protesku yang terakhir. Jadikan aku hambaMU yang paling taat di dunia.
Di hadapanNYA, kita harus taat, patuh padaNYA. Seperti taatnya rumput. Rumput rela diinjak-injak, karena itu memang salah satu perannya. Melindungi kaki manusia dari kerikil tajam dari tanah yang keras dan berbatu cadas.
Langganan:
Postingan (Atom)