Jumat, 31 Maret 2006

Halaqoh dengan Senior

Hari ini, untuk pertama kalinya aku halaqoh dengan para senior. Mereka rata-rata sudah lebih dari 1 tahun aktif halaqah. Jadi energi ruhaninya sangat kuat.
Halaqah dimulai jam 20.00. Pelajarannya hari ini adalah tentang Allah Maha Tinggi. Dulu aku ngga ngerti, ketika latihan disuruh ke Allah yang Maha Tinggi. Sekarang aku bisa merasakan Allah Maha Tinggi. Sang “Aku” meluncur ke atas, menggapai langit.

Aku bisa melakukan hal itu setelah sehari sebelumnya aku cerita ke temanku tentang bagaimana kita bisa menipu otak dengan mengatakan tanganku panjang. Yakinkan bahwa tanganku panjang. Lalu diukur. Setelah itu yakinkan bahwa tanganku pendek. Ukur lagi. Maka hasilnya adalah sangat mengagetkan.

Tangan yang sama bisa berbeda ukurannya ketika kita mengatakan bahwa tangan kita panjang atau pendek. Nah, aku ngga bisa melakukan itu. Tanganku ketika aku ukur sama saja. Tapi temanku malah langsung bisa.
Akhirnya aku tanya bagaimana caranya?
Dia bilang dengan memanjangkan tangan seolah-olah panjang mencapai langit tak terbatas. Begitu pula ketika bilang tanganku pendek, bayangkan seolah-olah tangan pendek sekali mendekati pundak.

Nah, itu yang kupakai ketika patrap. Aku berada di kesadaran ‘aku’. Lalu sang aku kubawa meluncur ke atas menuju langit, seolah aku ingin menuju ke Allah Yang Maha Tinggi.
Setelah itu latihan lagi, Allah Maha Luas. Sang ‘Aku” kubawa ke Alah yang Maha Luas Tak Terbatas. Terus menuju keluasan. Dibantu dengan tangan. Tanganku kubentangkan seluas mungkin. Tiba-tiba terasa bahwa ‘aku’ begitu luas. Terasa dadaku sangat luas. Sangat lapang.

Setelah itu latihan lagi , ganti sujud. Menyembah Allah.
Terasa bahwa Allah Maha Dekat.
Lalu duduk bersimpuh, masih nyambung ke Aklah.
Saat itu tiba-tiba tubuhku bergerak sendiri, gak beraturan. Tapi kemudian kutahan karena malu. Kemudian bergerak lagi hingga aku hampir jatuh ke belakang. Kutahan lagi. Aku ngga bisa total karena malu.
Tapi ngga papa. Malam ini aku bahagia sekali.
Bahagia dan damai.
Akhirnya aku bisa ‘nyambung’ lagi setelah sekian lama susah ‘nyambung’ ke Allah.

Halaqoh dengan Senior

Hari ini, untuk pertama kalinya aku halaqoh dengan para senior. Mereka rata-rata sudah lebih dari 1 tahun aktif halaqah. Jadi energi ruhaninya sangat kuat.
Halaqah dimulai jam 20.00. Pelajarannya hari ini adalah tentang Allah Maha Tinggi. Dulu aku ngga ngerti, ketika latihan disuruh ke Allah yang Maha Tinggi. Sekarang aku bisa merasakan Allah Maha Tinggi. Sang “Aku” meluncur ke atas, menggapai langit.

Aku bisa melakukan hal itu setelah sehari sebelumnya aku cerita ke temanku tentang bagaimana kita bisa menipu otak dengan mengatakan tanganku panjang. Yakinkan bahwa tanganku panjang. Lalu diukur. Setelah itu yakinkan bahwa tanganku pendek. Ukur lagi. Maka hasilnya adalah sangat mengagetkan.

Tangan yang sama bisa berbeda ukurannya ketika kita mengatakan bahwa tangan kita panjang atau pendek. Nah, aku ngga bisa melakukan itu. Tanganku ketika aku ukur sama saja. Tapi temanku malah langsung bisa.
Akhirnya aku tanya bagaimana caranya?
Dia bilang dengan memanjangkan tangan seolah-olah panjang mencapai langit tak terbatas. Begitu pula ketika bilang tanganku pendek, bayangkan seolah-olah tangan pendek sekali mendekati pundak.

Nah, itu yang kupakai ketika patrap. Aku berada di kesadaran ‘aku’. Lalu sang aku kubawa meluncur ke atas menuju langit, seolah aku ingin menuju ke Allah Yang Maha Tinggi.

Senin, 20 Maret 2006

Kesombonganku

Sehabis Shalat Maghrib berjamaah yang sangat nikmat, aku duduk menikmati rasa sambung yang masih tersisa.
Lalu kulihat di sebelahku ada orang yang shalat Maghrib sendiri. Shalatnya begitu cepat, seolah dikejar waktu.
Kok shalatnya seperti itu sih? Pasti ngga khusyu tuh.
Shalat itu harus rileks, tuma’nina. Dinikmati rasa menyembah Tuhan.
Mulailah timbul kesombongan dalam hatiku. Aku merasa bahwa shalatku sudah khusyu dan lebih baik dari orang lain.

Lalu ketika aku shalat ba’diyah Maghrib, dengan cara seperti biasa, menyengaja, menghadirkan hati, berada di kesadaran ‘aku’ lalu menyembah Allah. Apa yang terjadi?
Shalatku garing jiddan! Garing banget!
Allah tidak meyambutku. Aku berusaha lebih sungguh-sungguh lagi. Tapi tetap saja Allah tidak memberikan rasa khusyu itu. Oh, my God! Kenapa ini?

Akhirnya aku diberi paham, bahwa ini terjadi karena kesombonganku. Aku merasa shalatku lebih baik, lebih khusyu’ dari orang lain. Astagfirullaha adzim.
Akhirnya waktu i’tidal, ketika baca “Rabbana lakal hamd “,
saat itu kuserahkan seluruh kesombonganku padaNya.
Ya Allah,ini sombongku. Kuserahkan padaMu.
Hanya Engkau yang berhak sombong.
Tiba-tiba, rasa sombong itu sirna. Aku merasa nol. Tidak punya apa-apa. Saat itulah kubaca Allahu Akbar. Terasa betapa kecilnya aku. Betapa hinanya aku.
Lalu aku sujud, tak tahan kutumpahkan airmata penyesalan.
Ampunilah hamba, Ya Allah.
Please, jangan biarkan saya sombong. Cukup sekali ini saja.

Minggu, 12 Maret 2006

Kok Ngga Bisa Lagi ?

Halaqoh kali ini aku coba lagi cara yang kemarin. Aku ingin merasakan lagi bagaimana tubuhku digerakkan oleh Allah.
Aku sudah berusaha, tapi ternyata tidak bisa.
Kok ngga bisa lagi?

Kata trainerku ngga papa. Nanti juga lama kelamaan bisa.
Minggu kemarin itu kamu sedang diiming-imingi oleh Allah. Biar makin tertarik. Kalau sekarang ngga bisa, berarti kamu harus terus berusaha.
Jangan menyerah. Dan jangan cari fenomena.
Tubuh bergerak itu hanya salah satu fenomena ketika Allah menyambut kita. Tapi bukan itu yang kita cari.
Kita ke Allah, bukan mencari fenomena.

Terserah apa yang diberikan Allah, syukuri saja.
Ada yang dibikin tenang dadanya, ada yang ditangiskan, ada yang disujudkan, ada yang digerakkan. Macam-macam. Itu semua hanya fenomena.
Yang jelas kamu sudah merasa dekat dengan Allah, sudah merasakan keberadaanNya, merasakan ber'jumpa' denganNya.
Itu sudah sangat luar biasa.

Terus datang ke Allah. Jangan pernah menyerah, dan jangan pernah berhenti. Berapapun diberi Allah, syukuri saja.

Rabu, 01 Maret 2006

Mau Dibawa Kemana ?

Aku bingung kenapa sejak rajin menghadap ke Allah, aku dituntun Allah jadi rajin melakukan ibadah ritual. Hampir seluruh waktuku untuk ibadah. Aku hanya mikir akhirat doang. Hanya satu yang ada di benakku. Allah saja. Aku lebih suka uzlah, menyendiri bersama Allah atau mengkaji Al Qur’an di kamar. Aneh. Mau dibawa kemana aku? Aku kan bukan malaikat? Kalau semua manusia disuruh ibadah ritual doang, lalu siapa yang bertugas membangun peradaban?

Ternyata sekarang berubah. Beberapa minggu terakhir aku mulai dituntun untuk mulai senang berinteraksi dengan orang. Lalu aku mulai senang menebar manfaat buat orang lain. Aku mulai senang melakukan hal-hal yang bermanfaat bagi kehidupan dunia. Aku mulai senang dengan dunia lagi, tapi dengan cara yang berbeda. Menyukai dunia, tapi dengan tujuan akhirat. Berinteraksi dengan dunia, tapi Allah selalu menyertai.

Konkretnya begini, kalau dulu ingin kaya versiku, yaitu untuk kesenangan pribadi. Maka sejak patrap, keinginan untuk kaya itu dicabut. Lalu setelah itu diberi lagi keinginan untuk kaya, tapi dengan versi Allah. Keinginan itu sebagai pendorong untuk bekerja, berkarya. Sehingga kita bisa menjadi jalan rejeki bagi sebanyak mungkin orang. Kita menjadi orang yang paling banyak manfaatnya.

Sekarang aku mulai menyadari. Ternyata cara Allah menuntunku begini :
Mula-mula aku dituntun untuk ibadah ritual, dalam rangka menguatkan hablum minallah. Untuk menguatkan silatun dengan Allah. Agar energi ruhaniku terisi penuh. Lalu aku dibikin tidak tertarik dengan dunia, tujuannya untuk meng-nol kan aku agar tidak ‘kedunyan’ (duniawi).

Setelah hablum minallah ku dirasa cukup, maka berikutnya aku dituntun untuk hablum minannas. Untuk menguatkan silatun dengan sesama manusia (silaturrahim). Agar aku bisa menjalankan tugasku sebagai manusia.
Karena aku diciptakan bukan sebagai malaikat.

Tugasku sebagai manusia adalah mengemban amanah menjadi khalifah fil ardl, wakil Allah di bumi. Untuk menjadi media-Nya dalam memakmurkan bumi, membangun peradaban.

Saat ini tugas kekhalifan dipegang oleh orang Amerika, Eropa, dan sekitarnya. Sehingga di tangan mereka lah ditemukan pesawat terbang, internet, dan segala macam kemajuan teknologi untuk kemudahan manusia. Merekalah yang sedang membangun peradaban. Di negara merekalah ditegakkan peraturan yang sesuai dengan aturan dalam Islam. Sehingga disana teratur, bersih, disiplin, kerja keras, dan seterusnya.
Tetapi karena umat Islam tidak bersedia memberikan otaknya, pikirannya, tubuhnya, hatinya untuk dialiri oleh-Nya, kita tidak mampu mengemban amanah tugas kekhalifahan. Karena bukan umat Islam yang mengemban amanah tersebut, maka kita bisa lihat ketidakadilan terjadi dimana-mana.