Ramadhan kali ini aku bersungguh-sungguh ingin menggapai hidayah-Nya. Sebisa mungkin aku full ibadah sebulan penuh. Apalagi setelah latihan sambung rasa itu aku mengalami banyak pencerahan. Aku tak akan pernah melupakan jasa pemateri waktu itu.
Mulai dari baca Qur’an, shalat sunnah kuperbanyak, ikut kajian-kajian, dan seterusnya. Kulakukan ibadah ritual sebanyak mungkin. Aku juga heran, darimana datangnya energi yang seolah tiada habisnya. Ngga ada rasa malas sama sekali. Bahkan 10 hari terakhir aku usahakan itikaf di masjid. Baca Qur'an, shalat malam, dzikir. Dan juga baca buku-buku keislaman. Terutama buku karya Agus Mustofa. Aku suka banget karya-karya beliau. Sangat menyentuh.
Waktu itu aku baca “Pusaran Energi Ka’bah” dan “Terpesona di Sidratul Muntaha’. Benar-benar buku yang luar biasa.
Benar-benar aku ingin dapat malam Lailatul Qadar. Katanya jika dapat malam itu, maka akan terjadi perubahan dalam hidup kita. Kita jadi lebih sholeh.Aku ngga tahu dapat Lailatul Qadar atau tidak. Yang jelas aku berusaha 10 hari terakhir tidak tidur malam, melainkan full ibadah ritual. Tidurnya aku ganti siang hari. Yang jelas sejak Ramadhan tahun ini, aku seperti terlahir kembali. Hidupku mulai berubah menuju ke arah yang lebih baik, menuju kedamaian dan ketentraman.
Rabu, 05 Oktober 2005
Minggu, 02 Oktober 2005
Momentum Yang Menentukan
Di awal Ramadhan ini aku ikut acara ‘Sambung Rasa’, yaitu salah satu bentuk olah spiritual. Latihan 'nyambung' dengan Allah, merasakan 'interaksi' dengan Allah, dengan menggunakan ruhani kita.
Latihan sambung rasa pukul 21.00. Hari sudah larut, paling enak buat istirahat, tidur. Pesertanya sekitar 10 orang, mayoritas bapak-bapak. Sebagian besar peserta kecapean, pulang kantor langsung ikut acara ini. Latihannya dimulai dengan duduk rileks, lalu memanggil Allah dalam hati. Tidak ngotot sama sekali. Hening....Aku masih belum bisa nyambung.
Tiba-tiba terdengar dengkuran dari trainer, dilanjutkan di sebelahnya dan sebelahnya. Wah, kok pada tidur gini? Bagaimana sih? Aku bingung, tapi aku tidak perduli. Aku kembalikan ke niatku semula. Aku kesini mau cari Allah. Aku putuskan untuk memakai caraku sendiri. Ngawur, karena aku memang belum bisa. Aku hanya memanggil Allah, lalu berdialog dengan-Nya sama seperti ketika aku ditimpa musibah. Itu saja yang kulakukan.
Tiba-tiba terasa sambutan-Nya! Air mataku mengalir deras tanpa bisa kubendung. Tangisanku makin keras dan mengganggu orang-orang di sekitarku, sehingga bangun.
Belakangan aku baru tahu, bahwa memang kadang-kadang ketika sedang olah spiritual, ketika “Sang Aku” menuju ke Allah, mereka sudah tidak merasakan lagi sensasi tubuh. Berada di titik alfa, tenang seperti orang meditasi. Mendengkur itu sebenarnya tidak tidur, mereka sadar penuh. Seperti juga orang tidur, ruhnya sedang ke Allah.“Aku yang memegang jiwa orang yang tidur dan orang ketika mati’.
Paginya ba’da Subuh berdiskusi dengan pemateri. Aku bertanya apa sih yang disebut 'nyambung' atau 'khusyu’ itu ? Beliau balik bertanya : “Lho, kamu semalam itu nangis itu apa? Meski tidak selalu harus nangis. Tapi itu salah satu tandanya.”
Ooh... Berarti 'khusyu' itu adalah ketika kita bisa merasakan respon-Nya, bisa merasakan berdialog dengan-Nya, bukan monolog. Lalu beliau memberi saran :“Lakukan terus olah ruhani seperti tadi, setiap hari, minimal 30 menit. Mau disambut atau tidak, terus saja lakukan. Jangan pernah menyerah.”
Pagi jam 10.00 kami latihan lagi. Sebelumnya pemateri memberi prolog. Beliau mengatakan tentang ‘ikut mau-Nya Allah’. Kalau kita ikut mau-Nya Allah, berarti kita harus ikut tanpa reserve. Mau dibikin senang atau sedih, ikut aja. Mau dibikin kaya atau miskin, sehat atau sakit, ikuti saja. Jangan pernah protes.
Lalu kami latihan lagi. Tapi kali ini aku ngga bisa nyambung. Tapi ngga papa, mungkin aku harus lebih sungguh-sungguh lagi. Akhirnya aku isi waktu luangku di masjid. Shalat, baca Qur’an, dan baca buku yang dipinjami temanku. Judulnya “Bersatu dengan Allah” karya Agus Mustofa. Melihat judulnya saja sudah ngeri. Tapi ketika lembar demi lembar kubaca, aku mulai paham. Hebat. Beliau bisa mengilmiahkan hal-hal yang sepertinya tidak masuk akal. Di buku itu dijelaskan tentang “Allah meliputi segala sesuatu.” Aku jadi makin paham dimana Allah sebenarnya. Aku jadi paham maksud Allah “Aku ini sangat dekat, lebih dekat dari urat lehermu.” Dan juga maksud Allah : “Dimanapun engkau menghadap, di situlah wajah Allah”.
Malam jam 21.00 kami masuk kelas. Pemateri mulai menjelaskan tentang tahapan-tahapan olah spiritual ketika ruhani menghadap ke Allah. Kemudian kami istirahat. Pukul 24.00 kami disuruh berkumpul di lapangan. “Sekarang lihat alam semesta. Lihatlah alam semesta yang luas. Amati kebesaran-Nya. Amati diri masing-masing. Sadari bahwa aku terbuat dari sari pati tanah. Saripati tanah ini sama dengan sari pati tanah yang ada di tubuh orang-orang di sekitarmu. Sama dengan sari pati tanah yang ada di tanah di bawahmu. Aku sama dengan tanah. Aku tidak berbeda dengan tanah. Aku menyatu dengan tanah.
Aku terdiri dari air. Air ini sama dengan air yang ada di tubuh orang-orang di sekitarmu. Air ini sama dengan air yang ada di tumbuh-tumbuhan, sama dengan air yang ada di lautan, sama dengan seluruh air yang ada di alam. Aku menyatu dengan alam. Aku adalah alam. Sekarang yang ada hanya alam dan Allah. Panggil Dia.. Allah..Allah..!”
Semula aku masih belum mengerti.Menyatu dengan alam itu bagaimana. Karena aku masih memakai pikiranku. Tapi lama kelamaan aku tidak perdulikan lagi. Aku ngga perduli ngerti apa ngga, yang penting aku ke Allah. Tiba-tiba.. Derrr!!!!!
Terasa sekali sambutan-Nya. Aku menangis sejadi-jadinya. Tiba-tiba saja mulutku berkata :“Ya Allah, aku ikut mau-Mu.”Berulang kali kata-kata itu saja yang keluar dari mulutku.
Sementara teman di sebelahku berkata “ Aku memuji-Mu”Ada yang “Allahu Akbar”. Bermacam-macam reaksi tiap orang, tergantung apa yang diajarkan oleh Allah saat itu.Semenjak peristiwa malam itu, aku seolah berjanji pada-Nya bahwa aku akan ikut mau-Nya. Aku ikut kehendak-Nya. Dia tahu apa yang terbaik bagiku. Sejak saat itu hidupku benar-benar berubah. Aku mulai menapaki jalan menuju Tuhan.
Latihan sambung rasa pukul 21.00. Hari sudah larut, paling enak buat istirahat, tidur. Pesertanya sekitar 10 orang, mayoritas bapak-bapak. Sebagian besar peserta kecapean, pulang kantor langsung ikut acara ini. Latihannya dimulai dengan duduk rileks, lalu memanggil Allah dalam hati. Tidak ngotot sama sekali. Hening....Aku masih belum bisa nyambung.
Tiba-tiba terdengar dengkuran dari trainer, dilanjutkan di sebelahnya dan sebelahnya. Wah, kok pada tidur gini? Bagaimana sih? Aku bingung, tapi aku tidak perduli. Aku kembalikan ke niatku semula. Aku kesini mau cari Allah. Aku putuskan untuk memakai caraku sendiri. Ngawur, karena aku memang belum bisa. Aku hanya memanggil Allah, lalu berdialog dengan-Nya sama seperti ketika aku ditimpa musibah. Itu saja yang kulakukan.
Tiba-tiba terasa sambutan-Nya! Air mataku mengalir deras tanpa bisa kubendung. Tangisanku makin keras dan mengganggu orang-orang di sekitarku, sehingga bangun.
Belakangan aku baru tahu, bahwa memang kadang-kadang ketika sedang olah spiritual, ketika “Sang Aku” menuju ke Allah, mereka sudah tidak merasakan lagi sensasi tubuh. Berada di titik alfa, tenang seperti orang meditasi. Mendengkur itu sebenarnya tidak tidur, mereka sadar penuh. Seperti juga orang tidur, ruhnya sedang ke Allah.“Aku yang memegang jiwa orang yang tidur dan orang ketika mati’.
Paginya ba’da Subuh berdiskusi dengan pemateri. Aku bertanya apa sih yang disebut 'nyambung' atau 'khusyu’ itu ? Beliau balik bertanya : “Lho, kamu semalam itu nangis itu apa? Meski tidak selalu harus nangis. Tapi itu salah satu tandanya.”
Ooh... Berarti 'khusyu' itu adalah ketika kita bisa merasakan respon-Nya, bisa merasakan berdialog dengan-Nya, bukan monolog. Lalu beliau memberi saran :“Lakukan terus olah ruhani seperti tadi, setiap hari, minimal 30 menit. Mau disambut atau tidak, terus saja lakukan. Jangan pernah menyerah.”
Pagi jam 10.00 kami latihan lagi. Sebelumnya pemateri memberi prolog. Beliau mengatakan tentang ‘ikut mau-Nya Allah’. Kalau kita ikut mau-Nya Allah, berarti kita harus ikut tanpa reserve. Mau dibikin senang atau sedih, ikut aja. Mau dibikin kaya atau miskin, sehat atau sakit, ikuti saja. Jangan pernah protes.
Lalu kami latihan lagi. Tapi kali ini aku ngga bisa nyambung. Tapi ngga papa, mungkin aku harus lebih sungguh-sungguh lagi. Akhirnya aku isi waktu luangku di masjid. Shalat, baca Qur’an, dan baca buku yang dipinjami temanku. Judulnya “Bersatu dengan Allah” karya Agus Mustofa. Melihat judulnya saja sudah ngeri. Tapi ketika lembar demi lembar kubaca, aku mulai paham. Hebat. Beliau bisa mengilmiahkan hal-hal yang sepertinya tidak masuk akal. Di buku itu dijelaskan tentang “Allah meliputi segala sesuatu.” Aku jadi makin paham dimana Allah sebenarnya. Aku jadi paham maksud Allah “Aku ini sangat dekat, lebih dekat dari urat lehermu.” Dan juga maksud Allah : “Dimanapun engkau menghadap, di situlah wajah Allah”.
Malam jam 21.00 kami masuk kelas. Pemateri mulai menjelaskan tentang tahapan-tahapan olah spiritual ketika ruhani menghadap ke Allah. Kemudian kami istirahat. Pukul 24.00 kami disuruh berkumpul di lapangan. “Sekarang lihat alam semesta. Lihatlah alam semesta yang luas. Amati kebesaran-Nya. Amati diri masing-masing. Sadari bahwa aku terbuat dari sari pati tanah. Saripati tanah ini sama dengan sari pati tanah yang ada di tubuh orang-orang di sekitarmu. Sama dengan sari pati tanah yang ada di tanah di bawahmu. Aku sama dengan tanah. Aku tidak berbeda dengan tanah. Aku menyatu dengan tanah.
Aku terdiri dari air. Air ini sama dengan air yang ada di tubuh orang-orang di sekitarmu. Air ini sama dengan air yang ada di tumbuh-tumbuhan, sama dengan air yang ada di lautan, sama dengan seluruh air yang ada di alam. Aku menyatu dengan alam. Aku adalah alam. Sekarang yang ada hanya alam dan Allah. Panggil Dia.. Allah..Allah..!”
Semula aku masih belum mengerti.Menyatu dengan alam itu bagaimana. Karena aku masih memakai pikiranku. Tapi lama kelamaan aku tidak perdulikan lagi. Aku ngga perduli ngerti apa ngga, yang penting aku ke Allah. Tiba-tiba.. Derrr!!!!!
Terasa sekali sambutan-Nya. Aku menangis sejadi-jadinya. Tiba-tiba saja mulutku berkata :“Ya Allah, aku ikut mau-Mu.”Berulang kali kata-kata itu saja yang keluar dari mulutku.
Sementara teman di sebelahku berkata “ Aku memuji-Mu”Ada yang “Allahu Akbar”. Bermacam-macam reaksi tiap orang, tergantung apa yang diajarkan oleh Allah saat itu.Semenjak peristiwa malam itu, aku seolah berjanji pada-Nya bahwa aku akan ikut mau-Nya. Aku ikut kehendak-Nya. Dia tahu apa yang terbaik bagiku. Sejak saat itu hidupku benar-benar berubah. Aku mulai menapaki jalan menuju Tuhan.
Kamis, 29 September 2005
Olah Spiritual
Jiwa raga. Ada jiwa, ada raga. Dengan olah raga kita bisa memaksimalkan kemampuan raga sehingga bisa mencapai potensi optimalnya. Tapi kita belum terbiasa mendengar olah jiwa atau olah ruhani atau olah spiritual. Di sini yang diolah adalah ruhaninya.
Olah spiritual yang dilakukan orang sejak jaman dulu adalah dengan meditasi atau semedi. Tujuannya untuk mencapai tingkat tertinggi dalam berspiritual atau untuk mencari ketenangan jiwa. Ada juga untuk mencari kesaktian atau six sense, dll.
Selain meditasi, ada juga yang dengan menjalani hidup prihatin sehingga terasah kepekaan mata batinnya, atau dengan puasa mutih atau puasa 40 hari. Sedangkan di pesantren antara lain dengan membaca wirid sekian ribu kali, mendawamkan istighfar, asmaul husna atau dzikir-dzikir lainnya. Dan sekarang yang lagi tren di kota adalah untuk mencapai ketenangan jiwa misalnya yoga, meditasi, dst.
Sedangkan di kalangan muslim modern untuk menghindari bid'ah, mereka melakukan hanya yang dicontohkan Rosululloh. Misalnya dengan cara mengistiqomahkan amalan tertentu (tahajud, puasa senin-kamis, puasa Daud, dst). Yang ini memang lebih aman, tidak ada hujatan sana sini. Tapi berat, terutama bagi orang-orang pemalas macam aku ini. Aku sangat salut pada orang-orang yang mampu melakukan hal itu.
Nah, kali ini ada cara olah ruhani yang bagiku tidak begitu berat. Hanya dengan memanggil Allah, tapi dengan sungguh-sungguh, dengan tadharru'. Menghadirkan seluruh hati kita. Berada di kesadaran 'aku', ruh yang ditiupkan Allah ke dalam raga ini. Lalu panggil Allah dengan penuh kesungguhan. "Barangsiapa yang memanggilKU, maka AKU akan menjawab panggilannya."
Nah, itu saja yang dilakukan dalam olah ruhani ini. Tidak ada yang aneh. Dan kupikir ini tidak termasuk bid'ah. Ini sama saja dengan dzikir, hanya saja dengan penuh kesadaran, dari hati yang terdalam. Lebih menekankan kualitas bukan kuantitas.
Itulah yang kumaksud dengan olah ruhani atau olah spiritual di catatan harianku ini. Olah spiritual apapun yang dilakukan, asal tujuannya agar bisa merasakan interaksi dengan Tuhan, menurutku itu sah-sah saja. Banyak jalan menuju Tuhan. Karena Tuhan sangat ingin dikenal oleh makhluk-Nya.
Jadi mau pakai wirid, mau pakai amalan ibadah tertentu, atau bahkan meditasi, yoga, olah napas, dan seterusnya, asal untuk menuju Tuhan, bagiku itu sah-sah saja. Ini bukan hal yang perlu diperdebatkan. Lakukan saja. Jika tidak cocok atau tidak sreg, jangan dilakukan.
Spiritual itu tidak perlu diperdebatkan, tapi lakukan saja. Karena makin diperdebatkan tidak akan ketemu ujungnya. Yang ada hanya pertikaian yang tidak berkesudahan. Padahal kita semua fitrahnya ingin 'berjumpa' Tuhan, merasakan kedekatan dengan-Nya, merasakan rahman-rahimNya, menyebarkan cinta kasih sesama manusia. Bukan bermusuhan atas perbedaan pemahaman.
Olah spiritual yang dilakukan orang sejak jaman dulu adalah dengan meditasi atau semedi. Tujuannya untuk mencapai tingkat tertinggi dalam berspiritual atau untuk mencari ketenangan jiwa. Ada juga untuk mencari kesaktian atau six sense, dll.
Selain meditasi, ada juga yang dengan menjalani hidup prihatin sehingga terasah kepekaan mata batinnya, atau dengan puasa mutih atau puasa 40 hari. Sedangkan di pesantren antara lain dengan membaca wirid sekian ribu kali, mendawamkan istighfar, asmaul husna atau dzikir-dzikir lainnya. Dan sekarang yang lagi tren di kota adalah untuk mencapai ketenangan jiwa misalnya yoga, meditasi, dst.
Sedangkan di kalangan muslim modern untuk menghindari bid'ah, mereka melakukan hanya yang dicontohkan Rosululloh. Misalnya dengan cara mengistiqomahkan amalan tertentu (tahajud, puasa senin-kamis, puasa Daud, dst). Yang ini memang lebih aman, tidak ada hujatan sana sini. Tapi berat, terutama bagi orang-orang pemalas macam aku ini. Aku sangat salut pada orang-orang yang mampu melakukan hal itu.
Nah, kali ini ada cara olah ruhani yang bagiku tidak begitu berat. Hanya dengan memanggil Allah, tapi dengan sungguh-sungguh, dengan tadharru'. Menghadirkan seluruh hati kita. Berada di kesadaran 'aku', ruh yang ditiupkan Allah ke dalam raga ini. Lalu panggil Allah dengan penuh kesungguhan. "Barangsiapa yang memanggilKU, maka AKU akan menjawab panggilannya."
Nah, itu saja yang dilakukan dalam olah ruhani ini. Tidak ada yang aneh. Dan kupikir ini tidak termasuk bid'ah. Ini sama saja dengan dzikir, hanya saja dengan penuh kesadaran, dari hati yang terdalam. Lebih menekankan kualitas bukan kuantitas.
Itulah yang kumaksud dengan olah ruhani atau olah spiritual di catatan harianku ini. Olah spiritual apapun yang dilakukan, asal tujuannya agar bisa merasakan interaksi dengan Tuhan, menurutku itu sah-sah saja. Banyak jalan menuju Tuhan. Karena Tuhan sangat ingin dikenal oleh makhluk-Nya.
Jadi mau pakai wirid, mau pakai amalan ibadah tertentu, atau bahkan meditasi, yoga, olah napas, dan seterusnya, asal untuk menuju Tuhan, bagiku itu sah-sah saja. Ini bukan hal yang perlu diperdebatkan. Lakukan saja. Jika tidak cocok atau tidak sreg, jangan dilakukan.
Spiritual itu tidak perlu diperdebatkan, tapi lakukan saja. Karena makin diperdebatkan tidak akan ketemu ujungnya. Yang ada hanya pertikaian yang tidak berkesudahan. Padahal kita semua fitrahnya ingin 'berjumpa' Tuhan, merasakan kedekatan dengan-Nya, merasakan rahman-rahimNya, menyebarkan cinta kasih sesama manusia. Bukan bermusuhan atas perbedaan pemahaman.
Minggu, 25 September 2005
Kedua Kali
Akhirnya aku mantap untuk ikut kajian lagi. Aku sudah tidak perdulikan apapun lagi. Hanya satu tujuanku, ingin bertemu Allah. Ingin mengenal Allah lebih dekat. Itu saja. Yang lainnya, aku tidak perduli.
Pada saat kajian, kembali deraian air mata terus mengalir sejak pertama kali datang. Padahal latihan olah spiritual belum juga dimulai. Tapi aku sangat bahagia. Aku merasakan lagi kedekatan dengan-Nya. Seperti yang pernah kurasakan dulu waktu pertama kali Allah membuka hidayah pada saat aku ikut berbagai jamaah dakwah di masjid kampus.
Aku merasakan lagi kedekatan dengan Allah, seperti yang kurasakan ketika aku ikut kajian rutin di sebuah pesantren di kampungku dulu. Aku merasakan kedekatan itu lagi, seperti saat aku sedang ditimpa musibah, atau ketika aku sedang sangat butuh sesuatu. Aku merasakan lagi kedekatan dengan Allah, seperti ketika Allah membuka hidayahnya padaku dulu melalui ceramah seorang dai yang sangat menyentuh hati.
Rasanya sudah lama aku jauh dari-Nya. Terima kasih ya Allah, karena telah membuka hidayah-Mu lagi....
Pada saat kajian, kembali deraian air mata terus mengalir sejak pertama kali datang. Padahal latihan olah spiritual belum juga dimulai. Tapi aku sangat bahagia. Aku merasakan lagi kedekatan dengan-Nya. Seperti yang pernah kurasakan dulu waktu pertama kali Allah membuka hidayah pada saat aku ikut berbagai jamaah dakwah di masjid kampus.
Aku merasakan lagi kedekatan dengan Allah, seperti yang kurasakan ketika aku ikut kajian rutin di sebuah pesantren di kampungku dulu. Aku merasakan kedekatan itu lagi, seperti saat aku sedang ditimpa musibah, atau ketika aku sedang sangat butuh sesuatu. Aku merasakan lagi kedekatan dengan Allah, seperti ketika Allah membuka hidayahnya padaku dulu melalui ceramah seorang dai yang sangat menyentuh hati.
Rasanya sudah lama aku jauh dari-Nya. Terima kasih ya Allah, karena telah membuka hidayah-Mu lagi....
Kamis, 22 September 2005
Penasaran
Sudah hampir 1 bulan aku tidak ikut halaqoh itu. Keinginan untuk ikut halaqoh masih kuat, hanya saja pikiranku menolak. Selama sebulan ini aku terus saja mencari informasi tentang halaqoh ini, terutama tentang “tubuh yang bergerak sendiri” yang sangat menggangguku. Aku buka salah satu situs di internet. Aku download semua artikel yang ada di situ. Artikel-artikel itu sepertinya ditulis dengan hati, sehingga bisa langsung mengena. Si penulis bisa menjelaskan hal-hal yang sepertinya tidak masuk akal menjadi sangat logis.
Mengenai tubuh bergerak, di Psychology Barat telah ditemukan bahwa ketika orang sedang berspiritual, terjadi aliran listrik 4000 watt di otaknya. Itu yang menyebabkan orang bisa terguling-guling, bergerak tak beraturan dan seterusnya.
Belakangan aku baru paham bahwa dalam Islam diterangkan bahwa Allahlah yang menggerakkan. Selama ini kita merasa bahwa kitalah yang menggerakkan tubuh ini. Maka ketika melihat tubuh bergerak sendiri langsung merasa aneh. Kenapa waktu melihat jantung, nafas bergerak sendiri kita merasa biasa saja?
Lalu tentang orang-orang yang tersujud menyungkur dan menangis juga ada ayatnya di Al Qur’an. Al Anfal 8 : 2, Maryam 19 : 58-59, Az Zumar 39 : 23
Mengenai tubuh bergerak, di Psychology Barat telah ditemukan bahwa ketika orang sedang berspiritual, terjadi aliran listrik 4000 watt di otaknya. Itu yang menyebabkan orang bisa terguling-guling, bergerak tak beraturan dan seterusnya.
Belakangan aku baru paham bahwa dalam Islam diterangkan bahwa Allahlah yang menggerakkan. Selama ini kita merasa bahwa kitalah yang menggerakkan tubuh ini. Maka ketika melihat tubuh bergerak sendiri langsung merasa aneh. Kenapa waktu melihat jantung, nafas bergerak sendiri kita merasa biasa saja?
Lalu tentang orang-orang yang tersujud menyungkur dan menangis juga ada ayatnya di Al Qur’an. Al Anfal 8 : 2, Maryam 19 : 58-59, Az Zumar 39 : 23
Minggu, 21 Agustus 2005
Aliran Apa Ini ?
Setelah mengambil keputusan yang sangat berat, tapi harus kulakukan jika ingin dapat ridlo-Nya, aku berdoa dengan sungguh-sungguh. Aku minta dipertemukan dengan orang yang bisa mengenalkan Allah padaku. Aku ingin mengenal-Nya, agar aku tidak merasakan lagi berat menjalankan perintah-Nya.
Ternyata Allah menuntunku untuk mengetahui ada sebuah halaqoh yang khusus untuk latihan shilatun (sambung rasa dengan Allah), yaitu olah ruhani untuk dapat merasakan interaksi antara ruhani kita dengan Allah, rabb semesta alam.
Pertama kali ikut, aku terpukau. Karena pemateri bisa menjelaskan tentang Allah dengan begitu sederhana, begitu mudah dicerna. Seolah membuka hijabku selama ini. Kucari Allah bertahun-tahun, tapi ternyata hari ini hanya dalam beberapa jam saja aku sudah bisa mengerti dan tahu Allah itu ada dimana.
Sepanjang halaqoh, air mataku mengalir terus.
Aku terharu, aku bahagia. Ternyata Allah yang kucari selama ini telah kutemukan. Selama ini Dia selalu ada di sisiku, tapi aku tidak pernah menyadarinya. Allah tidak duduk diam di atas Arsy sana dan hanya mengamati aktifitas kita. Tapi Dia bersama kita selalu, setiap saat. Dia aktif mengurus kita. All the time. Tanpa capek, tanpa berhenti. Allah tidak hanya kita temui di akhirat nanti, tapi di sini, sekarang, saat ini juga kita bisa ketemu Allah.
Lalu saat latihan olah ruhani, sebenarnya aku belum tahu bagaimana caranya. Bagaimana berada di kesadaran “sang aku”. Tapi aku tidak perduli. Yang penting aku sudah ketemu Allah. Itu sudah sangat membahagiakan.
Saat kami bersungguh-sungguh memanggil Allah dari lubuk hati yang paling dalam, aku tak tahan menahan deraian air mata. Air mata kerinduan, setelah sekian lama mencari-Nya. Aku tersujud menyungkur dan menangis. Kemudian aku bangkit dari sujudku. Masih kurasakan kedekatan dengan-Nya.
Tapi kemudian aku mulai terganggu. Di tengah latihan, ada bunyi gaduh. Seorang peserta tangannya bergerak-gerak, kemudian dalam posisi duduk tubuhnya berputar-putar. Lalu bergerak tidak beraturan. Aku heran, ada apa ini? Mungkinkan dia kerasukan jin?
Aku bingung dengan apa yang terjadi. Aku mulai ragu. Aliran apa ini? Aku takut terbawa aliran sesat dalam berspiritual. Akhirnya kuputuskan untuk tidak ikut halaqoh lagi.
Ternyata Allah menuntunku untuk mengetahui ada sebuah halaqoh yang khusus untuk latihan shilatun (sambung rasa dengan Allah), yaitu olah ruhani untuk dapat merasakan interaksi antara ruhani kita dengan Allah, rabb semesta alam.
Pertama kali ikut, aku terpukau. Karena pemateri bisa menjelaskan tentang Allah dengan begitu sederhana, begitu mudah dicerna. Seolah membuka hijabku selama ini. Kucari Allah bertahun-tahun, tapi ternyata hari ini hanya dalam beberapa jam saja aku sudah bisa mengerti dan tahu Allah itu ada dimana.
Sepanjang halaqoh, air mataku mengalir terus.
Aku terharu, aku bahagia. Ternyata Allah yang kucari selama ini telah kutemukan. Selama ini Dia selalu ada di sisiku, tapi aku tidak pernah menyadarinya. Allah tidak duduk diam di atas Arsy sana dan hanya mengamati aktifitas kita. Tapi Dia bersama kita selalu, setiap saat. Dia aktif mengurus kita. All the time. Tanpa capek, tanpa berhenti. Allah tidak hanya kita temui di akhirat nanti, tapi di sini, sekarang, saat ini juga kita bisa ketemu Allah.
Lalu saat latihan olah ruhani, sebenarnya aku belum tahu bagaimana caranya. Bagaimana berada di kesadaran “sang aku”. Tapi aku tidak perduli. Yang penting aku sudah ketemu Allah. Itu sudah sangat membahagiakan.
Saat kami bersungguh-sungguh memanggil Allah dari lubuk hati yang paling dalam, aku tak tahan menahan deraian air mata. Air mata kerinduan, setelah sekian lama mencari-Nya. Aku tersujud menyungkur dan menangis. Kemudian aku bangkit dari sujudku. Masih kurasakan kedekatan dengan-Nya.
Tapi kemudian aku mulai terganggu. Di tengah latihan, ada bunyi gaduh. Seorang peserta tangannya bergerak-gerak, kemudian dalam posisi duduk tubuhnya berputar-putar. Lalu bergerak tidak beraturan. Aku heran, ada apa ini? Mungkinkan dia kerasukan jin?
Aku bingung dengan apa yang terjadi. Aku mulai ragu. Aliran apa ini? Aku takut terbawa aliran sesat dalam berspiritual. Akhirnya kuputuskan untuk tidak ikut halaqoh lagi.
Langganan:
Postingan (Atom)